Edwin M. Lemert. Perbuatan Menyimpang Sebagai Hasil Reaksi

Konsep penyimpangan sanggup dilihat dari reaksi orang lain terhadap sikap yang dilakukan individu maupun kelompok. Oleh alasannya yakni itu, penyimpangan sanggup didefinisikan sebagai hasil dari suatu konsekuensi atas penerapan sanksi-sanksi oleh orang lain. Dengan demikian orang yang melaksanakan penyimpangan akan diberikan label sebagai penyimpang, sedangkan sikap menyimpang yakni perbuatan yang dilakukan individu atau kelompok yang telah diberikan label.

Perbuatan menyimpang tidak didasarkan kepada norma yang dimiliki masyarakat, tetapi lebih didasarkan kepada reaksi orang lain atau masyarakat terhadap suatu sikap tersebut. Walaupun ada kontrol sosial yang dilakukan masyarakat terhadap banyak sekali macam interaksi sosial masyarakat, namun berdasarkan teori labeling justru kontrol sosial yang membuat sikap menyimpang. Individu ataupun kelompok sanggup termotivasi untuk melaksanakan penyimpangan sebagai tanggapan reaksi dari pelabelan tersebut.

Pemberian label sebagai penyimpang oleh masyarakat sanggup menghasilkan perubahan fundamental pada peserta label, sehingga pelaku sanggup menghasilkan dua macam label penyimpang yaitu penyimpang primer (primary deviance) dan penyimpang sekunder (secondary deviance). Penyimpang primer (primary deviance) yakni suatu sikap yang muncul yang diakibatkan banyak sekali macam alasan, menyerupai kesempatan, situasional, keterpaksaan, dan lain sebagainya. Sedangkan penyimpang sekunder (secondary deviance) yakni sikap yang dipakai sebagai cara untuk bertahan atau guna melaksanakan pembiasaan terhadap duduk perkara yang timbul sebagai tanggapan dari label tersebut. Dengan demikian penyimpangan sekunder (secondary deviance) dilakukan individu atau kelompok sebagai reaksi atas derma label dari masyarakat.

Contoh penyimpangan sekunder (secondary deviance) seorang individu atau kelompok yang diberikan label sebagai narapidana pelaku kejahatan, kalau masyarakat bereaksi terhadapnya seakan-akan individu atau kelompok tersebut sebagai narapidana pelaku kejahatan yang tidak sanggup berbuat baik lagi, maka usang kelamaan individu atau kelompok tersebut akan mengadopsi identitasnya sebagai pelaku kejahatan. Perbuatan individu atau kelompok yang telah diberikan label tersebut akan terus-menerus mempergunakan label itu sebagai pelaku kejahatan.


Pada sebagian orang berusaha melaksanakan penolakan atas derma label tersebut dan berusaha mengembalikan status sosial semula sebelum dilakukan pelabelan oleh masyarakat, maka perjuangan itu disebut sebagai penyimpangan tersier (tertiary deviance). Perbuatan penyimpangan tersier (tertiary deviance) sebagaimana dikemukakan oleh Kitsuse (1980) dilakukan secara aktif dan terus melaksanakan protes terhadap label yang diberikan kepada mereka dan berusaha menetralisir labelnya. Hal itu yang membedakan dengan penyimpangan sekunder (secondary deviance) alasannya yakni pada penyimpangan sekunder (secondary deviance) penerimanya hanya pasif saja.

Perjalanan penyimpangan yang dimulai dari penyimpangan primer (primary deviance) kepada penyimpangan tersier (tertiary deviance) membutuhkan waktu yang panjang dan lama, alasannya yakni individu atau kelompok yang telah memperoleh label akan terus mempergunakan label tersebut. Perbuatan itu dilakukan tanpa sadar alasannya yakni biasanya peserta label penyimpangan sekunder (secondary deviance) hanya pasif tidak berusaha melepaskannya. Jika akan melepaskan label penyimpangan sekunder (secondary deviance) membutuhkan waktu yang cukup lama.

Berikutnya. Kekuasaan Pemberian Label


Download

Baca Juga


Baca Juga
1. Edwin M. Lemert. Kekuasaan Pemberian Label
2. Edwin M. Lemert. Labelling Theory (Teori Label)

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel