Konvergensi Kultural

[Paradigma Ketiga Efek Globalisasi Kultural Setelah Hibridisasi Kultural]
Paradigma konvergensi kultural didasarkan pada gagasan globalisasi yang menyebabkan meningkatnya kesamaan di seluruh dunia. Jika aliran Hutington menekankan persistensi kultural dan peradaban meski berhadapan dengan globalisasi, para pemikir lain yang mendukung perspektif konvergensi kultural melihat semua kebudayaan tersebut mengalami perubahan, yang terkadang terjadi secara radikal sebagai tanggapan globalisasi. Kebudayaan dunia dipandang semakin bertambah serupa, setidaknya dalam tingkatan dan cara tertentu. Terdapat kecenderungan untuk melihat asimilasi global ke arah kelompok dan masyarakat lebih banyak didominasi di dunia. Mereka yang memakai perspektif itu berfokus pada beberapa hal menyerupai “imperialisme budaya”, kapitalisme global, Pembaratan, Amerikanisasi, “McDonaldisasi” dan “budaya dunia” (Boli dan Lechner, 2005). Pada titik ekstrim ini, globalisasi menjadi Pembaratan, Amerikanisasi, McDonalisasi yang jauh lebih besar.

McDonaldisasi
Meskipun didasarkan pada aliran Max Weber* wacana rasionalisasi Barat, tesis McDonaldisasi yang dikembangkan Ritzer* berbeda dengan Weber*. Jikalau Weber berfokus pada birokrasi, Ritzer* pada keberadaan restoran cepat saji. Tesis McDonaldisasi memandang rasionalisasi memperluas jangkauannya ke dalam lebih banyak sektor di masyarakat dan ke dalam lebih banyak tempat di dunia. Yang menjadi perhatian terbesar dalam konteks ini ialah fakta bahwa McDonalidisasi merupakan sebuah kekuatan dalam globalisasi terutama meningkatnya homogenisasi budaya.

McDonaldisasi ialah proses yang dengannya prinsip-prinsip restoran cepat saji mulai mendominasi semakin banyak sektor dalam masyarakat Amerika Serikat, dan seluruh penjuru dunia lainnya. sifat McDonaldisasi mungkin sanggup digambarkan dengan menguraikan lima dimensi dasarnya, yakni efisiensi, akomodasi diperhitungkan, akomodasi diprediksi, kontrol melalui penggunaan teknologi yang menggantikan tugas manusia, dan secara paradoks tidak rasional.


McDonaldisasi, Ekspansionisme, dan Globalisasi
Mcdonald’s telah menjadi kesuksesan yang luar biasa di arena internasional. Lebih dari separuh laba McDonald’s berasal dari cabang-cabangnya di luar negeri. Starbucks yang telah menerapkan prinsip-prinsip McDonald’s semakin menjadi kekuatan. Banyak di antara perusahaan cepat saji yang telah menerapkan prinsip-prinsip McDonalidisasi juga telah mengalami sukses secara global. Indikator globalisasi lainnya ialah fakta bahwa bangsa-bangsa lain telah membuatkan versi institusi Amerika tersebut sebagai milik mereka sendiri.

Globalisasi Kosong
Halnya McDonaldisasi, globalisasi kosong menyiratkan meningkatnya homogenisasi saat semakin banyak negara mempunyai semakin banyak bentuk kekosongan. Yakni bahwa satu pihak tidak menyebabkan pihak yang lain, tetapi mereka cenderung berubah bersama-sama. Hal ini terletak pada gagasan wacana grobalisasi (padanan pada konsep glokalisasi) atau ambisi imperialis yang dimiliki negara, perusahaan, organisasi, dan yang semacamnya dan hasrat atau kebutuhan mereka untuk memaksakan diri mereka ke banyak sekali wilayah geografis. Ketertarikan utama mereka ialah dalam melihat kekuasaan, pengaruh, dan beberapa perkara laba mereka tumbuh di seluruh penjuru dunia. Grobalisasi melibatkan banyak sekali subproses. Tiga di antara subproses itu ialah kapitalisme, Amerikanisasi, dan McDonalidisasi, merupakan kekuatan pencetus utama dalam grobalisasi dan mempunyai arti yang sangat penting dalam penyebaran kekosongan di seluruh dunia.

Yang dimaksud dengan kosong [nothing] ialah (hampir sepenuhnya) bentuk kosong, bentuk yang tidak mempunyai muatan yang berbeda. Akan lebih gampang untuk mengekspor bentuk kosong (nothing) ke seluruh dunia daripada mengekspor bentuk-bentuk yang diisi dengan muatan (something). Bentuk-bentuk yang bermuatan itu lebih mungkin ditolak oleh setidaknya sebagian kebudayaan dan masyarakatnya sebab muatannya berbenturan, atau bertolak belakang dengan muatan lokal. Selain itu dari sudut pandang globalisasi bentuk kosong mempunyai laba lain. Sebagai contoh, mereka gampang untuk direproduksi secara berulang-ulang sebab mereka sangatlah minimalis dan mempunyai laba harga sebab relatif murah saat diproduksi ulang. Sebuah teladan yang cukup baik untuk menggambarkan kosong dalam pengertian itu ialah mal atau sentra perbelanjaan yang merupakan struktur (yang sebagian besar) kosong yang gampang untuk direproduksi di seluruh dunia.

Terdapat empat subjenis bentuk kosong dan mereka semua hampir sepenuhnya kosong dari muatan yang berbeda dan tengah mengglobal: pertama, “non-tempat atau pengaturan yang hampir sepenuhnya kosong dari muatan, menyerupai teladan pada mal di atas. Kedua, “non-benda”, item menyerupai kartu kredit yang tidak sanggup dibedakan antara satu dengan satu juta kartu kredit lainya dan semuanya berfungsi dengan cara yang sama persis bagi semua orang yang menggunakannya di mana pun di dunia ini. Ketiga, “non-orang” atau jenis karyawan yang terkait dengan non-tempat, contohnya telemarketer, yang sanggup berada di mana pun di dunia dan yang berinteraksi dengan semua pelanggan dengan cara yang tidak jauh berbeda, sangat bergantung pada naskah. Keempat, “non-jasa”, jasa yang disediakan oleh ATM yang berlawanan dengan jasa dari kasir bank. Merebaknya secara grobal non-tempat, non-benda, non-orang, dan non-jasa merupakan indikasi lain dari meningkatnya homogenisasi.


Baca Juga
1. Diferensialisme Kultural
2. Hibridisasi Kultural

Download di Sini


Sumber,
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel