Teori Berguru Dari Vygotsky
Menurut pandangan kontruktivisme wacana belajar, individu akan memakai pengetahuan siap dan pengalaman pribadi yang telah dimilikinya untuk membantu memahami problem atau materi baru. King (1994) menyatakan bahwa individu sanggup menciptakan acuan wacana gosip gres itu, menarik perspektif dari beberapa aspek pada pengetahuan yang dimilikinya, mengelaborasi materi gres dengan menguraikannya secara rinci, dan menggeneralisasi korelasi antara materi gres dengan gosip yang telah ada dalam memori siswa.
Aktivitas mental ibarat inilah yang membantu siswa mereformulasikan gosip gres atau merestrukturisasi pengetahuan yang telah dimilikinya menjadi suatu struktur kognitif yang lebih luas/lengkap sehingga mencapai pemahaman mendalam.
Lev Semenovivich Vygotsky merupakan tokoh penting dalam konstrukivisme sosial. Vygotsky menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky, yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan nyata (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan problem secara mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan problem di bawah bimbingan orang sampaumur atau melalui kolaborasi dengan teman sejawat yang lebih mampu). Yang dimaksud dengan orang sampaumur yaitu guru atau orang tua.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah proteksi kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi proteksi dan menawarkan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar sehabis ia sanggup melakukannya. Bantuan tersebut sanggup berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan problem ke dalam langkah-langkah pemecahan, menawarkan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu berguru mandiri.
Berdasarkan uraian di atas Vygotsky menekankan bahwa pengkonstruksian pengetahuan seorang individu dicapai melalui interaksi sosial. Proses pengkonstruksian pengetahuan ibarat yang dikemukakan Vygotsky paling tidak sanggup diilustrasikan dalam beberapa tahap ibarat pada gambar di atas. Tahap perkembangan nyata (Tahap I) terjadi pada dikala siswa berusaha sendiri menyudahi konflik kognitif yang dialaminya. Perkembangan nyata ini sanggup mencapai tahap maksimum apabila kepada mereka dihadapkan problem menantang sehingga terjadinya konflik kognitif di dalam dirinya yang memicu dan memacu mereka untuk memakai segenap pengetahuan dan perkembangannya dalam menuntaskan problem tersebut.
Perkembangan potensial (Tahap II) terjadi pada dikala siswa berinteraksi dengan pihak lain dalam komunitas kelas yang mempunyai kemampuan lebih, ibarat teman dan guru, atau komunitas lain ibarat orang tua. Perkembangan potensial ini akan mencapai tahap maksimal jikalau pembelajaran dilakukan secara kooperatif (cooperative learning) dalam kelompok kecil dua hingga empat orang dan guru melaksanakan intervensi secara proporsional dan terarah. Dalam hal ini guru dituntut terampil menerapkan teknik scaffolding yaitu membantu kelompok secara tidak pribadi memakai teknik bertanya dan teknik probling yang efektif, atau menawarkan petunjuk (hint) seperlunya.
Proses pengkonstruksian pengetahuan ini terjadi rekonstruksi mental yaitu berubahnya struktur kognitif dari sketsa yang telah ada menjadi sketsa gres yang lebih lengkap. Proses internalisasi (Tahap III) berdasarkan Vygotsky merupakan kegiatan mental tingkat tinggi jikalau terjadi alasannya yaitu adanya interaksi sosial. Jika dikaitkan dengan teori perkembangan mental yang dikemukakan Piaget, internalisasi merupakan proses penyeimbangan struktur-struktur internal dengan masukan-masukan eksternal. Proses kognitif ibarat ini, pada tingkat perkembangan yang lebih tinggi diakibatkan oleh rekonseptualisasi terhadap problem atau gosip sedemikian sehingga terjadi keseimbangan (keharmonisan) dari apa yang sebelumnya dipandang sebagai kontradiksi atau konflik. Pada level ini, diharapkan intervensi yang dilakukan secara sengaja oleh guru atau yang lainnya sehingga proses asimilasi dan fasilitas berlangsung dan menjadikan terjadinya keseimbangan (uqilibrium).
Aplikasi pemikiran Vygotsky untuk mempelajari matematika menumbuhkan pemahaman matematika dari koneksi pemikiran dengan bahasa matematika yang gres dalam mengekspresikan pengetahuan. Mengkonstruksi pengetahuan merupakan fokus krusial dari pembelajaran matematika. Vygotsky percaya bahwa siswa berguru untuk memakai bahasa gres dengan internalisasi pengetahuan dari kata yang mereka katakan, pengembangan budaya siswa dari pengetahuan kata dua proses fungsi. Pertama, pada tingkat sosial dan kedua, pada tingkat individu di mana pengetahuan kata digeneralisasikan sebagai pemahaman. Siswa memakai dan menginternalisasi kata-kata gres yang dikala itu diperoleh dari orang lain. Mereka selalu menemukan diri mereka sendiri dalam Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) sebagai pelajaran baru. ZPD merupakan daerah pengetahuan seseorang di antara pengetahuan dikala itu dengan pengetahuan potensialnya.
Download di Sini
Baca Juga
1. Teori Konstruktivisme Sosial
2. Teori Konstruktivisme dalam Pendidikan
3. Teori Konstruktivisme dalam Pendidikan. Konsepsi Anak
4. Teori Konstruktivisme dalam Pendidikan. Proses Perubahan Konseptual
Lev Semenovivich Vygotsky merupakan tokoh penting dalam konstrukivisme sosial. Vygotsky menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky, yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan nyata (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan problem secara mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan problem di bawah bimbingan orang sampaumur atau melalui kolaborasi dengan teman sejawat yang lebih mampu). Yang dimaksud dengan orang sampaumur yaitu guru atau orang tua.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah proteksi kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi proteksi dan menawarkan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar sehabis ia sanggup melakukannya. Bantuan tersebut sanggup berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan problem ke dalam langkah-langkah pemecahan, menawarkan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu berguru mandiri.
Berdasarkan uraian di atas Vygotsky menekankan bahwa pengkonstruksian pengetahuan seorang individu dicapai melalui interaksi sosial. Proses pengkonstruksian pengetahuan ibarat yang dikemukakan Vygotsky paling tidak sanggup diilustrasikan dalam beberapa tahap ibarat pada gambar di atas. Tahap perkembangan nyata (Tahap I) terjadi pada dikala siswa berusaha sendiri menyudahi konflik kognitif yang dialaminya. Perkembangan nyata ini sanggup mencapai tahap maksimum apabila kepada mereka dihadapkan problem menantang sehingga terjadinya konflik kognitif di dalam dirinya yang memicu dan memacu mereka untuk memakai segenap pengetahuan dan perkembangannya dalam menuntaskan problem tersebut.
Perkembangan potensial (Tahap II) terjadi pada dikala siswa berinteraksi dengan pihak lain dalam komunitas kelas yang mempunyai kemampuan lebih, ibarat teman dan guru, atau komunitas lain ibarat orang tua. Perkembangan potensial ini akan mencapai tahap maksimal jikalau pembelajaran dilakukan secara kooperatif (cooperative learning) dalam kelompok kecil dua hingga empat orang dan guru melaksanakan intervensi secara proporsional dan terarah. Dalam hal ini guru dituntut terampil menerapkan teknik scaffolding yaitu membantu kelompok secara tidak pribadi memakai teknik bertanya dan teknik probling yang efektif, atau menawarkan petunjuk (hint) seperlunya.
Proses pengkonstruksian pengetahuan ini terjadi rekonstruksi mental yaitu berubahnya struktur kognitif dari sketsa yang telah ada menjadi sketsa gres yang lebih lengkap. Proses internalisasi (Tahap III) berdasarkan Vygotsky merupakan kegiatan mental tingkat tinggi jikalau terjadi alasannya yaitu adanya interaksi sosial. Jika dikaitkan dengan teori perkembangan mental yang dikemukakan Piaget, internalisasi merupakan proses penyeimbangan struktur-struktur internal dengan masukan-masukan eksternal. Proses kognitif ibarat ini, pada tingkat perkembangan yang lebih tinggi diakibatkan oleh rekonseptualisasi terhadap problem atau gosip sedemikian sehingga terjadi keseimbangan (keharmonisan) dari apa yang sebelumnya dipandang sebagai kontradiksi atau konflik. Pada level ini, diharapkan intervensi yang dilakukan secara sengaja oleh guru atau yang lainnya sehingga proses asimilasi dan fasilitas berlangsung dan menjadikan terjadinya keseimbangan (uqilibrium).
Aplikasi pemikiran Vygotsky untuk mempelajari matematika menumbuhkan pemahaman matematika dari koneksi pemikiran dengan bahasa matematika yang gres dalam mengekspresikan pengetahuan. Mengkonstruksi pengetahuan merupakan fokus krusial dari pembelajaran matematika. Vygotsky percaya bahwa siswa berguru untuk memakai bahasa gres dengan internalisasi pengetahuan dari kata yang mereka katakan, pengembangan budaya siswa dari pengetahuan kata dua proses fungsi. Pertama, pada tingkat sosial dan kedua, pada tingkat individu di mana pengetahuan kata digeneralisasikan sebagai pemahaman. Siswa memakai dan menginternalisasi kata-kata gres yang dikala itu diperoleh dari orang lain. Mereka selalu menemukan diri mereka sendiri dalam Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) sebagai pelajaran baru. ZPD merupakan daerah pengetahuan seseorang di antara pengetahuan dikala itu dengan pengetahuan potensialnya.
Download di Sini
Baca Juga
1. Teori Konstruktivisme Sosial
2. Teori Konstruktivisme dalam Pendidikan
3. Teori Konstruktivisme dalam Pendidikan. Konsepsi Anak
4. Teori Konstruktivisme dalam Pendidikan. Proses Perubahan Konseptual