Georg Simmel. The Philosophy Of Money

The Philosophy of Money (1907/1978) menggambarkan dengan baik keluasan dan kecanggihan anutan Simmel (Deflem, 2003). Karya itu dimulai dengan suatu diskusi mengenai bentuk-bentuk umum uang dan nilai. Kemudian diskusi itu bergeser ke dampak uang pada “dunia batin” para pemeran dan pada kebudayaan secara umum.

Uang dan Nilai
Simmel* berargumen bahwa insan membuat nilai dengan membuat objek-objek, memisahkan diri dari objek-objek itu, dan kemudian berusaha mengatasi “jarak, rintangan-rintangan, dan kesulitan-kesulitan” (Simmel, 1907/1978:66). Semakin besar kesulitan memperoleh suatu objek, semakin besar nilainya. Akan tetapi, kesulitan pencapaian memiliki suatu “batas yang lebih rendah dan yang lebih tinggi” (Simmel. 1907/1978:72). Prinsip umumnya ialah bahwa nilai benda-benda berasal dari kemampuan orang untuk menjaga jarak dirinya yang sempurna dari objek-objek itu.

Hal-hal yang terlalu dekat, terlalu gampang diperoleh, tidak begitu bernilai. Suatu pengerahan tenaga diperlukan untuk sesuatu yang dianggap bernilai. Sebaliknya, hal-hal yang terlalu jauh, terlalu sulit, atau hampir tidak mungkin diperoleh juga tidak begitu bernilai. Hal-hal yang paling bernilai yaitu yang tidak terlalu jauh, juga tidak terlalu dekat. Demikian, orang mencoba menempatkan diri pada suatu jarak yang sempurna dari objek-objek yang niscaya sanggup dicapai, tetapi yang tidak terlalu gampang dicapai.

Kesulitan dalam memperoleh uang, yang berarti kesulitan menerima objek-objek itu, membuat objek itu bernilai bagi kita. Pada ketika yang sama, ketika kita memperoleh cukup uang, kita sanggup mengatasi jarak di antara diri kita dan objek-objek itu.  Dengan demikian, uang melakukan fungsi yang menarik yang membuat jarak antara orang dan objek-objek dan kemudian menunjukkan alat-alat untuk mengatasi jarak itu.

Uang, Reifikasi, dan Rasionalisasi
Di dalam proses penciptaan nilai, uang juga menunjukkan dasar untuk pengembangan pasar, ekonomi modern, dan pada kesudahannya masyarakat modern (kapitalistik) (Poggi, 1996). Uang menunjukkan alat-alat yang membuat entitas-entitas tersebut memperoleh kehidupannya sendiri yang eksternal bagi, dan memaksa bagi, sang aktor. Simmel* melihat proses reifikasi itu sebagai hanya serpihan dari proses yang lebih umum melalui mana pikiran mewujudkan dan menyimbolkan dirinya di dalam objek-objek. Perwujudan-perwujudan itu, struktur-struktur simbolik tersebut, menjadi direifikasi dan pada kesudahannya menjalankan kekuatan mengendalikan terhadap aktor.

Uang tidak hanya benar-benar membantu membuat suatu dunia sosial yang direifikasi, juga menyumbang bagi rasionalisasi dunia sosial yang terus meningkat (Deutschmann, 1996;B. Turner, 1986). Sebagian alasannya yaitu ekonomi uang, intelek telah dianggap sebagai hal yang paling bernilai dari energi-energi mental kita. Demikian, tema rasionalisasi yang semakin bertambah dalam karya Simmel* tersebut berkaitan dengan konteks anutan Simmel mengenai hal yang tidak rasional. “Menurut Simmel, tidak rasional yaitu suatu unsur ‘kehidupan’ utama yang hakiki, suatu aspek integral dari kemanusiaan kita. Maka kemunduran yang berangsur-angsur di dalam ekspansi dunia modern yang sangat terrasionalisasi menyiratkan suatu pemiskinan sifat yang tidak sanggup disangkal” (Arditi, 1996:95). Satu pola dari tidak rasional yaitu cinta (yang lainnya yaitu emosi dan iman), cinta yaitu tidak rasional karena, di antara hal-hal lain, tidak praktis, sering berlawanan dengan pengalaman intelektual, tidak harus memiliki nilai nyata, bersifat dorongan hati, tidak ada campur tangan sosial dan budaya di antara pencinta dan yang dicintai, dan ia berasal “dari kedalaman kehidupan yang sama sekali tidak rasional” (Simmel, di dalam Arditi, 1996:96). Dengan rasionalisasi yang terus bertambah, kita mulai kehilangan yang tidak rasional dan bersamanya “kita kehilangan... yang paling bermakna dari sifat-sifat manusiawi kita: keaslian/ otensitas kita” (Arditi, 1996:103). Hilangnya keaslian, hal yang tidak rasional tersebut, yaitu suatu peristiwa insan yang nyata.

Di permukaan, tampak bahwa uang hanyalah alat untuk bermacam-macam tujuan atau, dalam kata-kata Simmel*, “bentuk alat yang paling murni” (1907/1978:210). Akan tetapi, uang telah menjadi pola paling ekstrim suatu alat yang telah menjadi tujuan dalam dirinya sendiri.

Efek-efek Negatif
Suatu masyarakat yang menimbulkan uang sebagai tujuan di dalam dirinya sendiri, benar-benar tujuan terakhir, memiliki sejumlah imbas negatif pada individu (Beilharz, 1996), dua hal yang paling menarik dari efek-efek itu yaitu bertambahnya sinisme dan perilaku bosan. Sinisme muncul ketika aspek-aspek yang paling tinggi maupun paling rendah dari kehidupan sosial diperjualbelikan, direduksi ke suatu bilangan pembagi—uang. Dengan demikian, kita sanggup “membeli” keindahan atau kebenaran atau kecerdasan nyaris semudah kita sanggup membeli kerupuk atau deodoran. Suatu ekonomi uang juga menimbulkan perilaku bosan, “semua hal sama menjemukannya dengan warna abu-abu, sehingga tidak menggembirakan jikalau memperolehnya” (Simmel, 1907/1978:256).

Efek negatif lainnya dari ekonomi uang yaitu hubungan-hubungan yang semakin impersonal antarmanusia. Hal tersebut berafiliasi dengan Isu yang masih ada kaitannya dengan dampak ekonomi uang pada kebebasan individual. Semakin hilangnya ketergantungan dari suatu hubungan sosial ternyata malah menimbulkan peningkatan di dalam perbudakan individu oleh hal yang bersifat anonim yaitu uang. Dampak lainnya yaitu kecenderungan untuk mereduksi semua nilai manusiawi kepada istilah-istilah dolar, ”Kecenderungan mereduksi nilai insan kepada ungkapan moneter” (Simmel, 1907/1978:356), misalnya penukaran seks untuk uang, ekspansi jaringan pelacuran sebagian sanggup dilacak kepada pertumbuhan ekonomi uang. Terakhir dampak uang terhadap gaya hidup masyarakat. Suatu masyarakat yang didominasi oleh ekonomi uang cenderung mereduksi apa pun kepada rangkaian hubungan-hubungan kausal yang sanggup dipahami secara intelektual, bukan secara emosional. Terkait dengan hal yang terakhir ialah apa yang disebut Simmel* “watak menghitung” di dalam kehidupan di dalam dunia modern.

Tragedi kebudayaan
Penyebab perbedaan-perbedaan sosial yang semakin bertambah dikarenakan meningkatnya pembagian kerja di dalam suatu masyarakat modern (Oakes, 1984:19). Spesialisasi yang bertambah menimbulkan suatu kecakapan yang meningkat untuk membuat banyak sekali komponen dunia budaya. Akan tetapi, pada ketika yang sama sang individu yang sangat terspesialisasi kehilangan pengertian atas kebudayaan total dan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya. Ketika kebudayaan objektif terus tumbuh, kebudayaan individual terhenti.

Para individu yang sangat terspesialisasi dihadapkan dengan suatu dunia produk-produk yang semakin tertutup dan terinterkoneksi yang hanya sedikit mereka kendalikan atau mereka tidak punya kendali sama sekali. Dunia mekanis yang tanpa spiritualitas kesudahannya mendominasi para individu, gaya hidup mereka dipengaruhi dalam banyak sekali cara. Tindakan-tindakan produksi menjadi pekerjaan-pekerjaan yang tidak bermakna yaitu para individu tidak melihat tugas mereka di dalam seluruh proses atau di dalam menghasilkan produk akhir. Hubungan antarmanusia sangat terspesialisasi dan impersonal. Konsumsi menjadi berarti tidak lain daripada menelan produk demi produk yang tidak bermakna.


Pada akhirnya, uang telah menjadi simbol, dan suatu faktor utama di dalam pengembangan cara berada yang relativistik. Uang mengizinkan kita untuk mereduksi fenomena yang paling berlainan menjadi sejumlah dolar, dan hal itu mengizinkannya dibanding satu sama lain. Dengan kata lain, uang memungkinkan kita merelatifkan segala sesuatu. Cara hidup kita yang relativistik bertentangan dengan metode-metode hidup terdahulu ketika orang percaya pada sejumlah kebenaran abadi. Ekonomi uang menghancurkan kebenaran-kebenaran infinit yang demikian. Alienasi yang endemik bagi ekspansi kebudayaan objektif ekonomi uang modern yaitu suatu ancaman yang jauh lebih besar terhadap manusia, di mata Simmel*, daripada keburukan-keburukan absolutisme. Mungkin simmel tidak menghendaki kita kembali ke zaman yang lebih awal yang lebih sederhana, tetapi tentu saja beliau akan mengingatkan kita biar waspada terhadap bahaya-bahaya yang menarik hati yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi uang dan kebudayaan objektif di dunia modern.


Download di Sini


Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern”. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


Baca Juga
1. Georg Simmel. Biografi 
2. Georg Simmel. Kebudayaan Objektif
3. Georg Simmel. Bentuk-Bentuk dan Tipe-Tipe Interaksi Sosial
4. Georg Simmel. Geometri Sosial
5. Georg Simmel. Kerahasiaan; Sebuah Geometri Sosial
6. Georg Simmel. Level-Level dan Wilayah-Wilayah Perhatian 
7. Georg Simmel. Pemikiran Dialektis
8. Georg Simmel. Bentuk-Bentuk Sosial; Superordinasi dan Subordinasi
9. Georg Simmel. Fesyen
10. Georg Simmel. Kebudayaan Individual (Subjektif) dan Kebudayaan Objektif
11. Tokoh-Tokoh yang Mempengaruhi Perkembangan Ilmu Sosiologi
12. Teori-Teori Sosiologi Sesudah Comte: Mazhab Formal

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel