Pikiran

Istilah mind atau pikiran berasal dari bahasa Teutonic kuno, gamundi yang artinya berpikir, mengingat, bermaksud, atau intend (Valentine: 2000:667). Berbagai pengertian ini tampak sekali sebagai frase, menyerupai mengingat kembali (remind), memerhatikan (give one’s mind), dan mengubah pikiran orang (to make up or change one’s mind). Dahulu kata mind dipakai untuk menunjuk secara kolektif pada kemampuan mental, menyerupai mempersepsi, membayangkan, mengingat, berpikir, mempercayai, merasakan, menginginkan, memutuskan, dan berniat.

Dalam bahasa Yunani kuno, dilema pikiran dikaitkan dengan jiwa atau roh, hal serupa terjadi pula di Eropa pada Abad Pertengahan, di mana pedoman teologi mendominasi. Sementara itu, Plato* membagi pikiran dalam tiga bagian, yakni fungsi-fungsi kognitif, konatif, dan afektif, hal tersebut bertahan sampai masa ke-19. Pada masa lalu, pikiran diidentifikasi dengan pengalaman sadar: “Kesadaran... merupakan syarat atau pernyataan dari setiap kerja mental” (Fleming, 1858). “Tidak ada proposisi yang sanggup diutarakan kalau tidak pernah ada dalam kesadaran” (Locke*, 1690).

Namun, pendapat ini keliru. Sebab para jago neurofisiologi dan klinik pada masa ke-19 menyidik banyak sekali level fungsi dalam susunan saraf dan menemukan acara mental tidak sadar. Bahkan, William James* (1890) menyatakan bahwa hanya kilasan-kilasan dan bukan arus pemikiran yang terdapat dalam kesadaran*. Mayoritas proses mental terjadi di luar kesadaran*. Saat ini banyak orang berasumsi bahwa pikiran diidentifikasi sebagai sistem yang mengatur perilaku, bukan diidentifikasi menurut kesadaran*. Dengan demikian, terbuka kemungkinan bagi pendekatan yang lebih mekanistik terhadap kajian wacana pikiran (Valentine, 2000: 668).

Sementara itu, muncul psikologi kognitif yang mempopulerkan kerangka metafora komputer yang didasarkan pada suatu filosofi fungsionalis yang memberi ciri pada mental yaitu organisasi fungsionalnya, bukan konstitusi materialnya. Pikiran sanggup dimodelkan lewat suatu hierarki prosesor paralel ganda memungkinkan kecepatan dan fleksibilitas dengan interaksi dan ketergantungan di dalam dan di antara banyak sekali level. Pada level yang terendah, prosesor-prosesor ini mengatur interaksi-interaksi sensoris dan motoris dengan dunia luar. Pada level yang tertinggi, seluruh tujuan dipantau. Sebagian kecil dari model ini mungkin sama fungsinya, sedangkan mayoritasnya mungkin relatif terspesialisasi (Valentine, 2000: 668).


Download


Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel