Frustrasi

Konsep frustrasi setidaknya merujuk pada dua pengertian berikut
a. Frustrasi merujuk pada terhalangnya tercapainya tujuan yang diperlukan pada dikala tertentu dalam rangkaian perilaku. Definisi ini dianut oleh Dollard, Doob, Miller, Mowrer, dan Sears dalam karyanya Frustration and Aggression (1939: 7). Jadi, frustrasi dianggap sebagai pembatas eksternal yang mengakibatkan seseorang tidak sanggup memperoleh kesenangan yang diharapkannya.

b. Frustrasi sebagai reaksi emosional internal yang disebabkan oleh suatu penghalang. Definisi ini dianut oleh Leonard Berkowitz dalam Aggression: Its Causes, Consequences and Control (1995: 42).

Dari dua definisi tersebut sanggup dikemukakan bahwa frustrasi merupakan suatu reaksi emosional yang disebabkan oleh gagal atau terhalangnya pencapaian tujuan yang diharapkan.

Beberapa peneliti psikologi sosial, kajian wacana frustrasi banyak dihubungkan dengan aksi dan kekerasan. Menurut Dollard dkk. (1939), frustrasi menjadi predisposisi terjadinya aksi lantaran pengalaman frustrasi mengaktifkan untuk bertindak garang terhadap sumber frustrasi. Akan tetapi, tidak semua frustrasi mengakibatkan respons agresif. Individu yang frustrasi mungkin akan menarik diri dari situasi itu atau menjadi depresi.

Selain itu, tidak semua tindakan garang merupakan hasil frustrasi yang dialami sebelumnya. Sebab tindakan aksi instrumental yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu tidak harus disertai frustrasi yang dialami sebelumnya. Jadi, pendapat awal mengenai hubungan determinisme antara frustrasi dan aksi segera berkembang menjadi versi probabilitas oleh Miller (1960: 38), walaupun ia sendiri termasuk penggagas pendapat awal tersebut. Ia menyatakan bahwa “frustrasi mengakibatkan sejumlah respons yang berbeda. Salah satu di antaranya ialah bentuk aksi tertentu”. Dalam pandangan yang direvisi tersebut, aksi bukan satu-satunya, tetapi merupakan salah satu alternatif respons terhadap frustrasi. Sejauh tindakan garang mengurangi kekuatan dorongan yang mendasarinya, tindakan itu akan bersifat menguatkan diri, kemungkinan respons garang akan timbul mengikuti frustrasi yang dialami sebelumnya (Krahe, 2005: 56).

Jika demikian, kemudian timbul pertanyaan, frustrasi yang bagaimana yang mengakibatkan agresi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Berkowitz (1995:47) mengemukakan bahwa hanya terdapat beberapa jenis frustrasi yang mengakibatkan kecenderungan agresif, terutama bila rintangan itu tidak adil bersifat arbitrer, ilegal, atau bersifat pribadi. Pendapat tersebut sejalan dengan Nicholas Pastore bahwa orang akan lebih murka bila rintangan dalam mencapai tujuan bersifat tidak adil, dibanding bila hal itu sesuai aturan sosial. Sebagai contoh, beberapa anggota kesebelasan dan supporter Italia dalam kejuaraan sepak bola dunia, merasa lebih murka ketika wasit dari Honduras membiarkan lawannya dari Argentina bermain kotor tanpa diberi hukuman.


Download
 

Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel