Robert Gagne. Keterampilan Intelektual

Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Aktivitas berguru keterampilan intelektual ini sudah dimulai semenjak tingkat pertama sekolah dasar (sekolah taman kanak-kanak) dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.

Selama bersekolah, banyak sekali jumlah keterampilan intelektual yang dipelajari oleh seseorang. Keterampilan-keterampilan intelektual ini, untuk bidang studi apa pun, sanggup digolongkan menurut kompleksitasnya. Perbedaan yang berkhasiat antara keterampilan-keterampilan intelektual untuk tujuan pengajaran diperlihatkan pada gambar berikut.

Belajar menghipnotis perkembangan intelektual seseorang dengan cara yang disarankan oleh diagram pada gambar di atas. Untuk memecahkan masalah, siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi, yaitu aturan-aturan yang kompleks. Demikian pula diharapkan aturan dan konsep yang terdefinisi. Untuk memperoleh aturan-aturan ini, siswa harus sudah berguru beberapa konsep faktual dan untuk mempelajari konsep-konsep faktual ini, siswa harus menguasai diskriminasi.

Diskriminasi
Diskriminasi merupakan suatu kemampuan untuk mengadakan respons yang berbeda terhadap stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik. Dalam masalah yang paling sederhana, seseorang memperlihatkan respons bahwa dua stimulus sama atau berbeda. Diskriminasi merupakan keterampilan intelektual yang paling dasar. Pengajaran diskriminasi paling banyak diberikan pada belum dewasa kecil dan belum dewasa atau orang-orang yang cacat mental.

Konsep konkret
Menurut Gagne, salah satu keterampilan intelektual yaitu konsep faktual dan suatu konsep faktual memperlihatkan suatu sifat objek atau atribut objek (warna, bentuk, dan lain-lain). Konsep-konsep ini disebut “konkret” lantaran penampilan insan yang dibutuhkan konsep ini ialah suatu objek yang konkret.

Contoh-contoh sifat objek ialah bulat, persegi, biru, merah, halus, dan lain-lain. Kita sanggup menyampaikan bahwa orang tertentu telah mempelajari suatu konsep faktual dengan meminta orang itu untuk memperlihatkan dua atau lebih anggota yang termasuk ke dalam kelas sifat objek sama; contohnya dengan menunjuk pada suatu uang logam, suatu ban mobil, dan bulan purnama sebagai sesuatu yang bulat. Operasi menunjuk sanggup dilakukan dengan aneka macam cara; sanggup dengan memilih, melingkari, atau memegang.

Macam konsep faktual yang paling penting ialah posisi objek. Ini sanggup dianggap sebagai sifat objek lantaran posisi sanggup ditentukan dengan menunjuk. Akan tetapi, terang bahwa posisi suatu objek harus dihubungkan dengan posisi objek lain. Contoh-contoh posisi objek ialah di atas, di bawah, di samping, di sekitar, di kiri, di kanan, di tengah, di muka, dan lain-lain.

Kemampuan untuk menentukan konsep faktual merupakan dasar yang penting untuk berguru yang lebih kompleks. Banyak peneliti menekankan pentingnya “belajar konkret” sebagai prasyarat “belajar gagasan-gagasan abstrak”. Piaget menciptakan perbedaan ini sebagai suatu inti gagasan dalam teorinya mengenai perkembangan intelektual. Perolehan konsep-konsep terdefinisi meminta siswa untuk sanggup menentukan konsep-konsep faktual yang dipakai dalam definisi-definisi itu.

Konsep terdefinisi
Seseorang dikatakan telah berguru suatu konsep terdefinisi bila ia sanggup mendemonstrasikan arti kelas tertentu ihwal objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan. Misalnya, kita perhatikan konsep asam, suatu zat yang memerahkan kertas lakmus biru. Seorang siswa yang telah mempelajari konsep itu akan sanggup menentukan zat sesuai dengan definisi. Caranya yaitu dengan memperlihatkan bahwa kalau dimasukkan kertas lakmus biru ke dalam zat itu (zat tersebut ditempatkan dalam tabung reaksi), terlihat perubahan pada kertas lakmus itu, dari biru menjadi merah. Demonstrasi ihwal arti, membedakan proses mental ini dari proses mental yang menyangkut mengingat isu verbal, menyerupai “Asam yaitu zat yang sanggup memerahkan kertas lakmus biru”. Seperti yang telah dikemukakan di atas, untuk mempunyai konsep terdefinisi ini, siswa itu sanggup memperlihatkan konsep-konsep konkret, yaitu zat merah dan kertas lakmus biru.

Banyak konsep yang hanya sanggup diperoleh sebagai konsep terdefinisi dan tidak sanggup ditentukan dengan “menunjuk”, menyerupai konsep konkret, contohnya kota, keluarga, dan abstraksi-abstraksi menyerupai konsep keadilan, kemakmuran, dan lain-lain. Namun, ada beberapa konsep terdefinisi yang juga berupa konsep konkret, yaitu konsep yang mempunyai kesamaan nama dan sifat-sifat tertentu. Misalnya, banyak anak kecil yang berguru dari bentuk dasar segitiga sebagai suatu konsep konkret. Baru setelah mereka berguru geometri, mereka berhadapan dengan konsep terdefinisi segitiga, yaitu “suatu bentuk datar tertutup yang terbentuk dari tiga segmen garis yang bersilangan pada tiga titik”. Arti faktual dan terdefinisi segi tiga tidak sama secara eksak, tetapi kedua macam arti itu mempunyai segi-segi kesamaan.

Aturan
Seseorang telah berguru suatu aturan bila penampilannya mempunyai semacam “keteraturan” dalam aneka macam situasi khusus. Banyak referensi mengenai sikap yang dikuasai oleh aturan. Pada kenyataannya, sebagian besar sikap insan termasuk kategori sikap ini. Misalnya dalam sebuah kalimat “Ibu mencium adik dengan penuh kasih sayang”. Kata kerja mencium ditempatkan setelah kata ibu, tidak sebelumnya. Demikian pula kata-kata lain dalam kalimat itu sudah mengikuti suatu aturan dalam bahasa kita. Dengan aturan yang telah kita pelajari, kita sanggup menyusun kalimat lain dengan struktur yang sama.

Prinsip yang dipelajari dalam sains ditampilkan oleh siswa sebagai sikap penggunaan aturan. Misalnya, kita mengharapkan para siswa yang telah mempelajari aturan ohm: E = I x R, untuk menerapkan aturan yang tercakup dalam pernyataan ini. Kita sanggup bertanya: “Ada arus listrik mempunyai tahanan 12 ohm. Jika arus diperbesar dari 20 amper menjadi 30 amper, perubahan apakah yang diperoleh tegangan?”.

Seorang siswa yang mempunyai kemampuan suatu aturan tidak berarti ia sanggup menyatakan aturan itu secara verbal. Sebaliknya ada pula siswa yang sanggup menyebutkan: “Tegangan sama dengan arus kali tahanan”, tetapi ia belum tentu sanggup menerapkan aturan itu pada suatu duduk masalah faktual khusus. Akan tetapi, banyak referensi di mana siswa-siswa tidak sanggup menyatakan suatu aturan, walaupun penampilan mereka memperlihatkan bahwa mereka “mengetahui” aturan itu.

Setelah kita mengenal apakah aturan itu, kita sanggup mendapatkan bahwa suatu konsep terdefinisi menyerupai yang dijelaskan terdahulu pada kenyataannya tidak berbeda dengan suatu aturan dan dipelajari dengan cara yang sama. Dengan lain perkataan, suatu konsep terdefinisi merupakan suatu bentuk khusus aturan yang bertujuan untuk mengelompokkan objek dan kejadian; konsep terdefinisi yaitu suatu aturan pengklasifikasian.


Aturan tingkat tinggi
Ada kalanya aturan-aturan yang kita pelajari merupakan adonan kompleks aturan-aturan yang sederhana. Lagi pula, kerap kali aturan-aturan yang kompleks atau aturan-aturan tinggi ini ditemukan untuk memecahkan suatu masalah simpel atau sekelompok masalah. Kemampuan untuk memecahkan suatu duduk masalah intinya merupakan tujuan utama proses pendidikan. Bila para siswa memecahkan suatu duduk masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata, mereka terlibat dalam sikap berpikir. Dengan mencapai pemecahan suatu duduk masalah secara nyata, para siswa juga mencapai suatu kemampuan baru. Mereka telah berguru sesuatu yang sanggup digeneralisasikan pada duduk masalah lain yang mempunyai ciri-ciri formal yang mirip. Ini berarti mereka telah memperoleh suatu aturan gres atau mungkin juga suatu set gres ihwal aturan-aturan.

Suatu kondisi yang esensial yang menciptakan berguru aturan-aturan tingkat tinggi menjadi suatu kejadian pemecahan duduk masalah ialah lantaran tidak adanya bimbingan belajar, baik dalam bentuk komunikasi mulut maupun dalam bentuk lain. Pemecahan duduk masalah telah “ditemukan”. Bimbingan berguru diberikan oleh si pemecah duduk masalah itu sendiri, tidak oleh guru atau sumber eksternal lain. Sekali siswa berhasil memecahkan masalah, siswa itu telah berguru aturan baru, yang lebih kompleks daripada aturan yang dipakai dalam gabungan. Aturan gres yang dipelajari akan disimpan dalam memori dan dipakai lagi untuk memecahkan masalah-masalah lain.

Aturan memegang peranan penting dalam pemecahan masalah. Tidak mungkin siswa memperoleh semua aturan yang diharapkan untuk aneka macam situasi. Konsep dan aturan harus dipadukan menjadi bentuk-bentuk kompleks yang gres biar siswa sanggup menghadapi situasi duduk masalah yang baru. Pemecahan duduk masalah merupakan suatu acara insan yang menggabungkan konsep dan aturan yang diperoleh sebelumnya dan tidak sebagai suatu keterampilan generik. Kemampuan untuk memecahkan duduk masalah matematika tidak secara otomatis pindah ke pemecahan duduk masalah mekanis suatu mobil.

Sumber
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Erlangga. Jakarta


Baca Juga

Download

Baca Juga
1. Robert Gagne. Biografi Psikolog
2. Hasil Belajar Menurut Gagne
3. Robert Gagne. Strategi Kognitif, Informasi Verbal, Sikap, dan Keterampilan Motorik
4. Robert Gagne. Kejadian Belajar
5. Robert Gagne. Kejadian Instruksional

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel