Alvin W. Gouldner. The Coming Crisis

The Coming Crisis ialah satu di antara beberapa buku yang sampaumur ini tampil secara cermat mengevaluasi kemungkinan sosiologi bebas-nilai. Dia berada di antara karya-karya lain dalam sociology of sociology, melaksanakan analisa sosiologis yang kritis perihal keadaan disiplin itu. Pendukung sociology of sociologi menganggap bahwa disiplin yang ada bukan merupakan hasil yang bebas nilai dan telah memencilkan seseorang dikala mencari beberapa jenis “kebenaran sosiologis” yang sukar untuk dipahami. Padahal sosiologi ialah hasil karya insan yang hidup dalam suatu kurun waktu dan lingkungan tertentu. Karena itu dalam kerangka sosio-kultural inilah teori sosiologi kontemporer harus dianalisa.

Gouldner membutuhkan sociology of sociology (1970:26) yang menyadari bahwa para sosiolog ialah anggota “suatu suku bangsa tertentu” dengan banyak sekali kelemahan, bias dan distorsi yang sama. Ahli sosiologi yang membahas ilmu sosiologi harus berupaya melukiskan beberapa asumi yang dirumuskan secara eksplisit dan tanpa label serta asumsi-asumi latar belakang, sehingga lebih menyadari bias-bias yang ada dalam lapangan ilmu tersebut.

Gouldner menulis (1970:34), “Oleh alasannya ialah itu, untuk memahami krisis (sosiologi) mendatang perlu dipahami banyak sekali teori dan denah intelektual yang prima; perlu untuk melihat cara di mana asumi-asumsi latar belakang mereka, yang tidak sama sekali gres itu, hingga pada suatu keadaan yang sangat bertentangan dengan banyak sekali perkembangan gres dalam masyarakat yang lebih luas”.

Dalam buku The Coming Crisis Gouldner menjajaki perkembangan fungsionalisme dalam sosiologi Amerika—suatu pendekatan yang selama beberapa dasawarsa dianggapnya mendominir sosiologi, tetapi kini sedang mengalami banyak sekali serangan dahsyat. Pendekatan ini merupakan sejenis “goodness and fit” antara masyarakat dan teori sosiologis. Fungsionalisme Amerika yang berakar pada positivisme serta kepercayaan terhadap kemajuan, sesuai benar dengan masyarakat Amerika yang lahir sebagai suatu kekuatan dunia. Amerika Serikat selamat dari depresi, pemenang dalam perang dunia, dan di tahun 1950-an mengkonsolidasikan banyak sekali keunggulannya sebagai kekuatan dunia. Suasana kontradiksi yang mewarnai kemajuan di pertengahan era kedua puluh selama tahun 1960-an menunjukkan bahwa krisis tak hanya terjadi dalam masyarakat tetapi juga dalam sosiologi. Fungsionalisme Parsons*, dengan tekanan pada hukum sosial, sedang ditantang oleh para ilmuwan muda yang terasing; yang mencoba mencari teori-teori sosiologis baru. (banyak teori-teori itu dibahas oleh Goludner, termasuk karya dari C. Wright Mills*, Erving Goffman*, Harlod Garfinkel*, dan George Homans*). Fungsionalisme ialah suatu teori yang sangat jauh berakar dalam struktur sosial Amerika. Krisis yang kini sedang dihadapinya, sebagai pendekatan sosiologi yang pernah mayoritas itu, juga sangat jauh berakar dalam perubahan-perubahan sosial dan historis masyarakat Amerika itu sendiri.

Bagaimana penyelesaian krisis sosiologi dan krisis masyarakat Barat ini? Bagi Gouldner penyelesaiannya ialah dengan cara memperkecil jarak antara negara yang berpaham kapitalis dan Marxis, yang juga tercermin dari adonan fungsionalisme dan Marxisme. Goludner menginginkan pengembangan apa yang disebutnya sebagai Reflextive Sociology* untuk memahami ke mana dan di mana sosiologi itu. Suatu sosiologi refleksif ialah benar kalau tujuan-tujuan skolastis sosiologi ilmu pengetahuan (sociology of knowledge), yang mencoba menganalisa perkembangan pengetahuan dalam lingkungan sosio kulturalnya. Reflextive sociology akan mencoba menyelidiki akar-akar sosiologi, sebagaimana sosiologi itu meneliti perkembangan dari lapangan pengetahuan lain. Goludner mengisyaratkan para sosiolog refleksif untuk sebaik mungkin menyadari bias-bias pribadi dan kulturalnya sehingga sanggup lebih menyadari tujuan sosiologi yang bebas, dengan ciri-ciri ilmiah dan relevan dengan masalah.

Dalam perjuangan bergerak ke arah sosiologi refleksif itu, Gouldner mengakui bahwa dasar konsepsi sosiologinya ialah asumsi-asumsinya sendiri. Dia mengakui bahwa “tak seorang pun yang sanggup mengeritik dirinya sendiri”, tetapi ditegaskan bahwa baginya yang penting ialah membeberkan asumsi-asumsinya sendiri (Goludner 1970:481). Sejalan dengan kritiknya terhadap sosiologi Barat, beliau menegaskan bahwa bias yang dipilih-sendiri itu terjadi dalam pembentukan teori. Para jago teori sering mengambil “segi-segi” tertentu sebagai “yang telah ada” sementara menolak segi-segi yang kurang menyenangkan.

Sebagaimana dengan jago teori lain Gouldner secara pribadi juga sangat terlibat dengan sosiologinya. Dia harus mengakui bahwa pengetahuan dunia sosialnya sangat banyak dan merupakan bab dari pengetahuannya sendiri, posisinya di dunia sosial, dan usahanya untuk mengubah dunia.

Dalam membahas perkembangan teori sosiologi Amerika, Gouldner menganggap bahwa elit tidak hanya mendukung sosiologi tetapi juga menginginkan laba atas tunjangan tersebut. Gouldner mengatakan, sosiologi refleksif memahami bahwa perkembangan sosiologi bergantung pada tunjangan sosial dengan arah pertumbuhan tertentu, akan tetapi tunjangan tersebut juga penghalang, yang lantaran itu menyelubungi karakternya. “Dengan kata lain “kepentingan yang tersembunyi” sanggup dan sanggup menghancurkan nilai netralitas sosiologi. Oleh alasannya ialah itu jago sosiologi (refleksif) harus benar-benar sadar kalau-kalau telah menjual dirinya.

Goludner tolong-menolong mengakui banyak sekali penjualan diri yang terjadi dan terus berlangsung dalam sosiologi. Dia menyatakan bahwa betapa banyak sosiolog yang berideologi liberal sebelum perang dunia kedua berhasil dijinakkan untuk menghimbau pada negara kesejahteraan. Gouldner (1970:500) menyatakan, “para sosiolog liberal telah menjadi kader teknis pemerintahan nasional. Dan sesudah periode perang dunia II telah terjadi perkawinan antara sosiolog pedoman liberal dengan kepentingan karirnya”. Menurut Gouldner para sosiolog itu ialah bab dari negara kesejahteraan, mendukung dan memperoleh laba dari sistem, dan dengan demikian menyulitkan mereka atau mustahil sama sekali mengkritik sistem tersebut.

Dalam kapasitasnya sebagai pewaris negara kesejahteraan para sosiolog diperlukan mengemukakan citra optimis perihal masyarakat Amerika. Para sosiolog yang demikian bukan agen-agen yang bebas tetapi ialah orang yang harus bertindak demi kepentingan kaum liberal yang telah mapan dan menjual keahlian mereka di pasar. Gouldner (1970:501) berpendapat, “dengan kata lain fungsi sosiolog semacam itu hanyalah untuk meyakinkan masyarakat Amerika bahwa air di gelas yang keruh itu ialah baik dan tidak berbahaya untuk diminum”.  Sosiologi telah gagal meraih kedudukan yang mengkritik dan mengkaji secara objektif sejumlah besar aspek-aspek masyarakat Amerika.

Gouldner yakin bahwa ideologi liberal telah merupakan dasar sosiologi dan negara kesejahteraan kita kini ini. Oleh alasannya ialah itu para sosiolog refleksif harus bersedia mengadakan pembedahan dan menganalisa ideologi-ideologi liberal dan konservatif. Dalam karya yang paling akhir, yaitu The Dialectic of Ideology and Technology*, Gouldner melanjutkan analisa peranan ideologi dalam masyarakat kontemporer.


Download di Sini


Sumber.
Poloma, Margaret M. 1979. Sosiologi Kontemporer. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.


Baca Juga
1. Alvin W. Gouldner. Dialektika Teknologi dan Ideologi
2. Alvin W. Gouldner. Sosiologi Refleksif

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel