Antonio Gramsci. Hegemoni

Marxis Italia, Antonio Gramsci, juga memainkan tugas kunci di dalam transisi dari determinisme ekonomi menuju pendirian-pendirian Marxian yang lebih modern (Beilharz, 2005b; Davidson, 2007; Salamini, 1981). Gramsci kritis terhadap para Marxis yang “deterministik, fatalistik, dan mekanistik” (1971:336). Dalam faktanya, beliau menulis sebuah esai berjudul “Revolusi melawan ‘Modal’” (Gramsci, 1917/1977) yang di dalamnya beliau merayakan “kebangkitan kemauan politis melawan determinisme ekonomi dari orang-orang yang mereduksi Marxisme kepada hukum-hukum historis dari karya-karya Marx* yang paling populer [Capital*]”. Meskipun beliau mengakui bahwa ada keteraturan historis, beliau menolak ilham perkembangan-perkembangan historis otomatis atau tidak terelakan. Oleh sebab itu, massa harus bertindak semoga sanggup menghasilkan suatu revolusi sosial. Akan tetapi, untuk bertindak, massa harus menyadari situasi mereka dan hakikat sistem daerah mereka hidup. Oleh sebab itu, meskipun Gramsci menyadari pentingnya faktor-faktor struktural, khususnya ekonomi, beliau tidak percaya bahwa faktor struktural membawa massa memberontak. Massa perlu membuatkan suatu ideologi revolusioner tetapi mereka tidak sanggup melakukannya sendiri. Gramsci bekerja dengan konsepsi yang agak elitis dikala ide-ide dihasilkan oleh para intelektual dan kemudian diperluas kepada massa dan dipraktikan oleh massa. Massa tidak sanggup menghasilkan ide-ide tersebut, dan mereka sanggup mengalaminya sekali dalam eksistensi hanya menurut keyakinan. Massa tidak bisa mencapai kesadaran sendiri menurut usahanya sendiri; mereka membutuhkan kaum elit sosial. Akan tetapi, dikala massa telah dipengaruhi oleh ide-ide itu, mereka akan mengambil tindakan yang mendatangkan revolusi sosial. Gramsci, ibarat Lukacs*, berfokus pada ide-ide kolektif ketimbang struktur-struktur sosial ibarat ekonomi, dan keduanya beroperasi di dalam teori Marxian tradisional.

Konsep sentral Gramsci, mencerminkan Hegelianismenya yaitu hegemoni. Menurut Gramsci, “bahan esensial filsafat yang paling modern mengenai praksis [hubungan anutan dan tindakan] yaitu konsep filosofis-historis ‘hegemoni’” (1932/1975:235). Hegemoni didefinisikan Gramsci sebagai kepemimpinan budaya yang dilaksanakan oleh kelas yang berkuasa. Dia mengontraskan hegemoni dengan paksaan yang “dilaksanakan oleh kekuatan legislatif atau eksekutif, atau diungkapkan melalui campur tangan polisi” (Gramsci, 1932/1975:235). Sementara Marxis ekonomik cenderung menekankan ekonomi dan aspek-aspek dominasi negara yang bersifat memaksa, Gramsci menekankan “’hegemoni’ dan kepemimpinan budaya” (1932/1975:235). Di dalam analisis kapitalisme, Gramsci ingin mengetahui bagaimana sejumlah intelektual, yang bekerja di pihak kapitalis, mencapai kepemimpinan budaya dan persetujuan massa.

Konsep hegemoni tidak hanya membantu kita memahami dominasi yang ada di dalam kapitalisme, tetapi ia juga membantu mengorientasikan pemikiran-pemikiran Gramsci pada revolusi. Melalui revolusi, tidak cukup memperoleh kendali atas ekonomi dan pegawapemerintah negara; kepemimpinan budaya atas pecahan masyarakat lainnya juga perlu didapatkan. Di situlah Gramsci melihat suatu tugas kunci bagi intelektual komunis dan partai komunis.


Download di Sini


Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


Baca Juga Biografi, Karya, dan Pemikiran
1. Karl Marx
2. Geog Lukacs

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel