Ibn Khaldun. Imbas Ketersediaan Masakan Terhadap Badan Dan Abjad Manusia

PEMBICARAAN  PENDAHULUAN  YANG KELIMA
Perbedaan-perbedaan yang menyangkut limpah ruah dan kurangnya masakan di banyak sekali kawasan yang didiami manusia, serta efek yang ditimbulkannya terhadap tubuh dan karakter  manusia.

Ketahuilah bahwa daerah-daerah yang sama sederhana udaranya tidak semuanya sama suburnya, dan tidak pula semua penduduknya menikmati tingkatan hidup yang tinggi. Di beberapa daerah, suburnya tanah, baiknya tumbuh-tumbuhan dan banyaknya penduduk memperlihatkan jaminan pada banyaknya padi, bahan­bahan masakan yang baik (adam, Ar), gandum dan buah-buahan. Di antaranya ada pula daerah-daerah yang panas sehingga tumbuh-tumbuhan, bahkan rumput, tidak bisa tumbuh. Situasi ini mengakibatkan penduduknya harus menempuh hidup yang berat. Keadaan ini kasatmata sekali di alami penduduk Hijaz dan Yaman, juga orang-orang berkerudung dari Sanhajah yang hidup di gurun sahara akrab Magribi, di antara kaum Barbar dan Negro. Semua orang ini tidak mempunyai padi dan masakan yang baik. Makanan mereka semata-mata daging dan susu.


Orang-orang Badui pengembara juga termasuk dalam golongan ini, alasannya ialah sekali pun mereka bisa mendapat padi dan masakan yang baik dari kawasan dataran tinggi, tetapi dapatnya itu hanya kadang kala saja dan selalu menghadapi tantangan dari penduduk yang menetap. Karena itu, mereka tidak  cukup  memperoleh masakan untuk meneruskan hidup mereka, apalagi untuk  sanggup menikmati kemewahan, dan harus bergantung kepada susu  lantaran gandum  tidak  ada.

Namun perlu diingat, meskipun penduduk padang  pasir  ini tidak mempunyai padi dan masakan yang baik, pikiran mereka lebih terang dan tubuh mereka lebih tegap dibandingkan dengan orang­orang yang menetap, dan yang menikmati hidup lebih enak. Kulit mereka lebih bening, tubuh mereka lebih bersih, bentuk tubuh mereka lebih seimbang dan bagus, abjad mereka lebih sederhana, otak mereka lebih tajam dan lebih sanggup mencari pengetahuan gres dibandingkan dengan bangsa-bangsa  penetap.

lni dibuktikan oleh pengalaman sepanjang zaman.  Banyak orang Arab dan Barbar yang sifat-sifat mereka menguatkan pensifatan kita ini, dan banyak dari orang-orang yang  selalu  berkerudung (dari suku Sanhajah) dan penduduk dataran tinggi yang berdasarkan gosip keadaan mereka ialah persis menyerupai yang telah kita bentangkan. Sebabnya rupanya (dan Allah jua lah yang bekerjsama lebih mengetahui) ialah bahwa masakan yang berlebih-lebihan dan pencampuradukan masakan yang terlalu banyak, masakan yang rusak dan berair yang tidak sanggup dicernakan dengan baik di dalam perut dan meninggalkan endapan-endapan yang berbahaya yang mengakibatkan gemuk, menutupi kulit dan mengubah bentuk badan. Uap yang jelek yang ditimbulkan masakan itu kemudian naik  ke otak dan menutupi proses aliran yang mengakibatkan kedunguan, masa  bodoh, dan kurang  sabar.

Proses ini dengan sempurna digambarkan oleh  dunia  binatang  yang hidup di lembah ngarai dan padang pasir. Bandingkanlah rusa, burung unta, kijang, jerapah, keledai, dan kerbau hutan, dengan binatang-binatang imbangannya yang hidup di desa-desa yang di­ diami oleh orang dan dengan padang rumput yang luas. Golongan hewan pertama mempunyai bulu yang lebih  hidup dan mengkilat, kaki yang lebih seimbang, dan panca indera yang lebih tajam. Rusa ialah saudara kambing, jerapah saudara unta, keledai dan kerbau-hutan saudara keledai dan kerbau yang sudah dijinakkan . Perbedaan antara kedua  macam  binatang  itu besar, dan perbedaan itu timbul dari kenyataan bahwa desa-desa mengakibatkan endapan­ endapan dan campuran-campuran masakan yang tidak sehat dalam tubuh binatang-binatang yang dijinakkan, sedangkan lapar bisa memperbaiki  tubuh  dan  otak  binatang-binatang liar.

Hal yang demikian itu juga berlaku pada manusia. Secara umum, penduduk negeri -negeri yang subur tanahnya, tempat banyak buah-buahan, sayur-sayuran, masakan yang baik dan  hewan ternak, agresif tubuhnya dan tumpul  pikirannya. Bandingkanlah, umpamanya,  orang  Barbar yang menikmati  gandum dan masakan yang baik-baik dengan mereka yang hanya sanggup makan "beras belanda" atau jawawut, sebagaimana orang-orang Mashamadah Barbar dan penduduk Ghimarah dan Sus bagaimana golongan kedua ini lebih terang pikirannya dan lebih tegap tubuhnya! Bandingkan pulalah orang-orang Magribi yang hidup dari masakan yang baik-baik dan gandum dengan orang-orang Spanyol yang negerinya tidak menghasilkan mentega dan yang sebagian besar dari mereka hidup hanya dari jawawut saja, yang sanggup disaksikan ketajaman otaknya, kesanggupannya berguru dan kebagusan tubuhnya yang sukar ditandingi itu. Bandingkan pula dengan orang­orang yang tinggal di pinggiran kota Spanyol dengan orang-orang kota. Meskipun orang-orang kota banyak makan masakan yang baik-baik dan hidup mewah, namun masakan mereka dimasak dan dibumbui. Sebagian besar masakan mereka terdiri dari daging kambing dan ayam. Mereka tidak mencampur masakan yang baik­baik dengan mentega lantaran rusaknya, sehingga masakan mereka berkurang kelembabannya dan sedikitlah endapan-endapan berbahaya di dalam tubuh mereka. Oleh lantaran itu, tubuh orang­orang kota lebih halus dibandingkan dengan tubuh orang-orang Baduwi yang agresif hidupnya. Demikian pulalah orang-orang Badui yang biasa hidup lapar, dalam tubuh mereka tidak terdapat endapan-endapan, baik yang keras maupun yang lembut.

Dan ketahuilah bahwa efek kawasan yang subur terhadap tubuh dan segala aspeknya, nampak pula dalam duduk kasus agama dan ibadah. Orang-orang badui yang hidup sederhana, dan orang­ orang kota yang hidup berlapar-lapar serta meninggalkan masakan yang mewah-mewah, mereka lebih baik dalam beragama dan dalam beribadah dibandingkan dengan orang-orang yang hidup glamor dan berlebih-lebihan. Dan bahkan kita dapatkan bahwa orang­orang beragama sedikit sekali yang tinggal di kota-kota, lantaran kota telah dipenuhi oleh kekerasan dan masa udik yang erat hubungannya dengan berlebihan dalam makan daging, masakan yang baik-baik, dan gandum. Oleh lantaran itu , sebagian besar orang yang hidup di padang pasir, yang sederhana makanannya, terdiri dari orang-orang yang zuhud.

Demikian pula kita dapatkan bahwa orang-orang, baik yang tinggal di padang pasir maupun di kota, yang hidup berlebihan dan makan masakan yang mewah-mewah, cepat mati daripada lainnya apabila mereka ditimpa kelaparan. Hal ini terjadi, misalnya, pada orang-orang Barbar Magribi dan penduduk kota Fez serta Mesir, berdasarkan kabar yang kita terima. Mereka tidak menyerupai orang-orang Arab  yang  tinggal  di  tempat-tempat yang sepi dan di padang  pasir, tidak menyerupai orang-orang yang tinggal di  daerah  yang  ditumbuhi oleh pohon kurma, tempat masakan mereka yang utama ialah kurma, tidak menyerupai penduduk lfriqiyah masa sekarang yang masakan utamanya jawawut dan minyak zaitun. Tidak pula menyerupai orang­ orang  Spanyol  yang  makanan  utamanya "beras  belanda" dan minyak  zaitun. Jika  mereka ditimpa kekeringan  dan  kelaparan,  mereka tidak menderita sebagaimana diderita oleh orang-orang yang tersebut di atas dan mereka tidak banyak mati lantaran kelaparan, bahkan sanggup dikatakan jarang .

Sebab rupanya (dan Allah jualah yang bekerjsama lebih mengetahui) ialah bahwa  orang-orang  yang  biasa makan masakan yang baik-baik dan mentega, khususnya, perut mereka  memperoleh  banyak  kelembaban  melebihi  batas maksimalnya. Jika perut mendapat perlakuan yang tidak biasa dengan  bertambah sedikitnya masakan yang masuk, tidak adanya  makanan  yang  baik-baik dan memperoleh masakan agresif yang tidak baik untuk dimakan, maka perut, yang merupakan anggota  tubuh  yang  paling  lembut dan bersamaan dengan itu merupakan alat yang vital, cepat kering dan mengerut. Dengan begitu, penyakit  datang  dengan  cepatnya, dan orang itu pun mati seketika, alasannya ialah hal itu merupakan penyakit yang mematikan. Dengan demikian, orang-orang yang mati dalam kelaparan, tidak lain mati karena  kekenyangan  yang melebihi  batas sebagaimana diterangkan di atas, dan bukan karena  kelaparan yang terjadi.

Sedangkan orang-orang yang biasa makan sedikit masakan yang baik-baik dan mentega, kelembaban asli (basic moisture. Ing) dari perut mereka yang cocok untuk semua masakan alami, tetap berada dalam ukurannya yang niscaya tidak tambah berkembang. Dengan adanya perubahan makanan, perut mereka tidak kering dan tidak mengkerut. Biasanya, mereka selamat dari janjkematian yang menimpa orang lain, yang biasa makan berlebihan dan banyak makan masakan yang baik -baik.

Pada dasarnya, dipergunakan atau tidak tergantung pada kebiasaan. Barang siapa membiasakan diri makan satu bentuk masakan dan cocok, maka ia harus makan sesuai dengan kecocokannya. Makanan kecocokannya itu sudah tidak bisa diubah-ubah lagi, dan apabila kebiasaan itu sengaja dilanggar, berani ia masuk ke lubang penyakit. Namun di sini keluar dari maksud masakan yang Jelas-jelas merupakan penyakit, menyerupai racun dan al kali, dan masakan yang sama sekali membahayakan. Namun masakan yang sanggup dimakan dan cocok, maka ia pun jadi masakan yang cocok karena  kebiasaan. Jika  ada orang yang  membiasakan  diri minum susu dan makan sayur-sayuran sebagai  ganti  gandum,  maka susu dan sayuran itu menjadi  makanan  habitat  baginya . Maka  tidak abnormal jika dia tidak butuh lagi pada gandum dan masakan yang berasal dari buah-buahan lain. Demikian pulalah orang yang biasa sabar berlapar diri dan tidak butuh makanan, sebagaimana diberitakan wacana orang-orang yang bahagia melaksanakan riyadlah. Kita banyak mendengar gosip abnormal rentang mereka, yang hampir mencengangkan dan bahkan menciptakan orang yang belum pernah mendengarkannya  menolak  kebenaran  gosip tersebut.

Sebab dari hal tersebut ialah kebiasaan. Apabila jiwa sudah tertarik oleh suatu hal, maka ia pun menjadi belahan dari jiwa dan menjadi tabiatnya, alasannya ialah jiwa itu selalu berubah-ubah warna. Apabila secara pelan-pelan dan melalui riyadlah jiwa terbiasa berlapar­ lapar, maka lapar itu, akhirnya, menjadi kebiasaan yang alami. Asumsi para dokter, yang menyampaikan bahwa lapar itu berbahaya dan mengakibatkan janjkematian tidak benar, kecuali apabila seseorang jatuh lapar dan dia tidak makan  sama sekali. Kalau secara tiba-tiba perut terpencilkan , maka ia pun dihinggapi penyakit yang sanggup mengakibatkan kematian. Namun apabila lapar itu dilakukan secara pelan-pelan dan sebagai riyadhah dengan cara sedikit demi  sedikit  mengurangi  kadar  makanan, sebagaimana dilakukan oleh ahli-ahli sufi, niscaya dia akan terhindar dari janjkematian .

Sikap perlahan-lahan sangat dibutuhkan, apalagi dalam melaksanakan riyadhah ini. Jika seseorang seketika kembali lagi ke kadar makanannya yang semula, mungkin dia akan mengalami  kematian. Oleh lantaran itu, dia harus menuntaskan riyadhah  persis menyerupai dia berangkat mulai, yaitu  secara  berangsur-angsur.

Kita sendiri sering melihat orang yang bersabar diri berlapar­ lapar terus menerus selama empat puluh hari, dan bahkan lebih. Syeikh kita pernah tiba ke majlis Sultan Abu al-Hasan, yang kebetulan dikala itu dua orang perempuan dari Algesira dan Ronda tiba menghadap beliau. Kedua orang itu, selama bertahun-tahun tidak makan sama sekali. Mereka sudah dikenal di mana-mana . Mereka telah diuji, dan benar adanya. Keadaan itu terus mereka pertahankan hingga mereka meninggal dunia. Dan  kita  sendiri banyak melihat sahabat-sahabat kita yang cuma minum air susu eksklusif dari tetek kambing, siang atau pagi hari. ltulah yang menjadi makanannya selama lima  belas tahun. Selain mereka  banyak lagi   lain-lainnya, dan hal itu sudah dipercaya kebenarannya.


Ketahuilah, bahwa lapar itu lebih menyehatkan tubuh daripada berlebihan makan. ltu bagi orang yang bisa melakukannya, atau  paling tidak  mengurangi  kadar  masakan . Dan menyerupai telah kami katakan, lapar  sangat  mempengaruhi  tubuh,  kejernihan dan ketajaman akal. Bandingkanlah dengan pengaruh-pengaruh masakan terhadap tubuh. Orang-orang yang makan daging hewan bertubuh halus dan besar, menciptakan keturunannya  menyerupai itu pula. Membanding-bandingkan antara orang-orang yang hidup di tengah padang pasir dengan orang-orang yang hidup di kota akan memperlihatkan kebenaran pernyataan ini. Demikian  pula  orang­orang yang makan susu dan daging unta. Nampak efek sabar, tekun dalam berusaha, dan kuat menghadapi hal-hal yang  berat, yang merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh unta. Perut mereka pun akan menyerupai perut unta, sehat dan tegar. Maka mereka pun minum katartik-katartik (alkaloid) yang kuat yang cocok untuk membersihkan perut mereka, menyerupai labu pahit yang belum  dimasak, buah diryos dan gorboyun. Namun, perut mereka tidak mencicipi sakit sedikit pun makan buah-buahan tersebut, yang apabila dimakan oleh orang-orang kota yang perutnya  tipis  oleh  lantaran biasa makan yang lembut-lembut, sekejap mata mereka  akan  tewas, alasannya ialah makanan-makanan  tersebut  mengandung racun.

Di antara bukti lain yang menyatakan bahwa masakan itu kuat terhadap tubuh ialah  sebagaimana  disebutkan  oleh para sarjana pertanian dan disaksikan oleh orang-orang yang biasa mengadakan uji-coba  (eksperimen),  yaitu  bahwa  apabila  telur ayam yang diberi makan biji-bijian yang  dimasak  dalam kotoran unta diambil, dan dieramkan, maka anak  ayam yang lahir akan lebih besar dari yang kita bayangkan. Dan kadang kala ada yang tidak lagi memberi makan dengan biji-bijian tersebut, tapi cukup memoleskan kotoran unta tersebut kepada telur yang akan dieramkan, maka anak ayam yang menetas juga lebih besar. Banyak lagi contoh-contoh  yang lain.

Jika kita telah menyaksikan bahwa masakan itu kuat terhadap tubuh, maka tidak ayal lagi lapar juga kuat terhadap tubuh, alasannya ialah dua hal yang  bertentangan  menimbulkan  model yang sama. Lapar memberi efek terhadap tubuh di dalam menjaganya dari masakan yang merusak serta masakan lembab yang  bermacam-macam,  yang  merusak  tubuh  dan  akal, demikian  pula  makanan  yang mempengaruhi  eksistensi  orisinil  tubuh.

Allah  mengetahui segalanya.


Download di Sini


Sumber.
Khaldun, Ibn. 1986. Muqaddimah. Pustaka Pirdaus. Jakarta 

Baca Juga


Lihat Juga
1. Abdel Rahman Ibn-Khaldun. Biografi
2. Perhatian Terhadap Masyarakat Sebelum Comte
3. Ibn Khaldun. Pengaruh Iklim Terhadap Karakter Manusia
4. Ibn Khaldun. Peradaban Umat Manusia secara Umum 
5. Ibn Khaldun. Perempatan Utara Bumi Lebih Banyak Peradabannya dibanding perempatan Selatan
6. Ibn Khaldun. Pengaruh Udara Terhadap Warna Kulit Umat Manusia
7. Ibn Khaldun. Bagian-Bagian Bumi tempat peradaban berdiri
8. Ibnu Khaldun. Teori Gerak Siklus Sejarah

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel