Karl Marx. The German Ideology [1845, Paris Prancis]

Karya yang mendahului “Ideologi Jerman” ialah “Keluarga Suci” (The Holy Family) 1845. Sebuah karya yang berisi sindiran pedas Marx dan Engels terhadap Bauer bersaudara. Hal ini tentunya menjadi semacam penegasan bagi tanda perpecahan intelektual antara Marx dengan kelompok Hegelian Kiri. Marx berusaha keras untuk menegasikan pandangan-pandangan filosofis Hegel*, bagi Marx, Hegel* ialah masa kemudian yang suram kekerabatan antara dirinya dengan ayahnya dan kekerabatan antara dirinya dengan kehidupannya. Demikian, dua karya Marx dalam periode ini, yaitu The Holy Family dan The German Ideologi adalah semacam pemihakan berjenjang atas realisme pencerahan yang merupakan efek rasionalisme spiritual Prancis, Marx masih menekankan kemerdekaan orang perorangan, keabsahan material dan spiritual yang bebas dan tanpa tekanan atau dominasi apa pun, termasuk melalui perkiraan negara romantik yang mengatasnamakan perwakilan sejarah. “Perbudakan masyarakat sipil (Burgerlichen Gesellschaft) seakan-akan merupakan kebebasan terbesar, alasannya membiarkan semua individu mendapat kebebasan. Individu menganggap kebebasannya sebagai gerakan (tidak lagi dibelenggu atau dikekang oleh ikatan atau oleh insan lain) dalam lima elemen dirinya yang terasingkan, menyerupai properti, industri, agama; dalam realitasnya gerakan ini ialah perbudakan yang sempurna”.

Seperti yang telah disebutkan, terdapat kontinuitas yang cukup signifikan antara karya 1841-1844, analisis dari disertasi doktoral Marx, Manuskrif Ekonomi dan Filsafat, The Holy Family. Kontradiksi tiada henti dengan pemikiran Hegel* dan kemudian Hegelian Muda, merupakan alur yang tetap dalam jalur humanisme liberal gaya pencerahan Prancis yang disandingkan dengan otonomi individu dalam skeptisisme epistemologis khas Jerman. Sebelum tuntas membahas visi dalam The German Ideology, penulis menemukan semacam rantai kontinuitas yang memperjelas perkiraan perihal pemisahan Marx muda dan Marx Tua dengan garis pembatas The German Ideology yang kemudian digolongkan sebagai periode Marx Tua dengan ciri-ciri yang telah dipaparkan, dalam hal ini, bagi pemenuhan kajian intertekstual, The Holy Family ialah penting. The Holy Family ialah rantai yang menyambungkan kedua periode kontroversial tersebut, demikian, penulis lebih melihat bahwa peralihan epistem atau paradigma dari teladan pikir Marx lebih merupakan konsekuensi dari perkembangan alur pikir yang memperlihatkan sintesis yang tak sanggup dihindari, atau merupakan sebuah konsekuensi dari teori sosial dalam mengatasi pertentangan jawaban dari perkembangan atau perubahan konteks sosial masyarakat yang menyertainya.

Dalam The Holy Family sanggup ditemukan kritik yang teliti atas “estetika spekulatif” yang ditulis oleh Marx dan Engels untuk menyanggah mantan mitra mereka, Bruno Baeur dan kelompoknya. Sebagian besar buku ini membahas artikel yang mengulas karya Eugene Sue, The Mysteries of Paris, yang ditulis oleh Hegelian Kiri, Szeliga. Selain mengkritik Szeliga, Marx mengemukakan analisis fundamental bukan saja perihal novel karya Sue tadi, tetapi juga seluruh moralitas dan estetika yang mengagungkan “pribadi unggul” era ke-19, yakni kaum borjuis.

Marx pertanda bahwa pada titik tertentu, tradisi pemikiran spekulatif Jerman dikala itu, khususnya Hegel* dan penerusnya Hegelian sayap kiri, terjebak dalam semacam romantisisme konservatif, mereka tidak bisa melihat konteks sejarah yang ada, kemudian mereka tidak melihat dan berusaha berguru dari keadaan sosial yang aktual. Hal ini di satu sisi merupakan sebuah kewajaran, Marx mengakui bahwa kepentingan yang paling utama dari filsuf radikal Jerman ialah menumbangkan kekuasaan feodal lama, sehingga mereka melihat prospek yang cukup dalam diri borjuasi sebagaimana revolusi Prancis menemukan momentumnya. Demikian halnya, Marx pun benar adanya, pembelajarannya terhadap sejarah revolusi Prancis dan konteks sosial yang menelikungnya, pembalikan-pembalikan kontroversial yang menyertainya, menimbulkan prospek atau cara pandangnya yang luas bisa melihat konsekuensi atau alur dari perkembangan-perkembangan sejarah yang akan datang.

Di sini perkiraan perihal kepemilikan pribadi, feitisme dan alienasi menemukan kejelasannya yang sesuai, kepemilikan langsung ialah penyebab pembalikan itu, egoisme feodal yang digantikan oleh egoisme bernafsu individualis. Hal ini sekaligus memperjelas posisi borjuasi dalam konteks sejarah dan usaha akan perubahan yang ada, demikian, mereka akan senantiasa berada dalam posisi sebagai penghianat dan licik. Marx menentang filsafat idealis Jerman sebagai terlampau abstrak, reduksionis dan spekulatif. Meskipun demikian, pengalaman akan pengekangan-pengekangan kebebasan dalam cengkeraman feodalisme borjuasi Jerman selama hidupnya, kemudian ketidakbebasan insan yang sama dalam masyarakat kapitalis, menimbulkan semacam perenungan tersendiri bagi Marx. Marx berusaha mencari pelandasan ilmiah atas kondisi sosial tersebut. Berkuasanya borjuasi bagi sebuah masyarakat ialah keniscayaan sejarah sebagai mana bentuk kepemilikan langsung dalam masyarakat feodalis. Dimana perkiraan terakhir merupakan argumentasi pendasaran ilmiah akan perkembangan-perkembangan atau tahap-tahap sejarah masyarakat. Namun, berbeda dengan kaum Hegelian Kiri lainnya, Marx tidak berhenti pada titik tersebut, pertentangan tetap berlanjut, kenyataan akan pengekangan diri yang harus menemukan titik kesempurnaannya dalam bentuk kebebasan otonomi atas ‘Roh Absolut’, mengharuskan masyarakat terakhir lenyap dengan sendirinya. Demikian, borjuasi dalam masyarakat kapitalis bukanlah selesai sejarah, selesai sejarah ialah antitesis dari alienasi diri manusia, yakni ‘rekonsiliasi roh absolut’ sebagai manifestasi sejarah paripurna.

Demikian sanggahan Marx terhadap kepemilikan langsung dan pembatalan atasnya, sebagai bentuk sejarah peradaban masyarakat terlaksana dalam tahap-tahap perkembangan masyarakat tersebut. Namun, hal yang cukup mengherankan bahwa dalam posisi tersebut, Marx kembali pada idealisme Hegel*. Marx menyebutkan sebagai ‘kesadaran kelas’, kesadaran akan kelas yang tertindas, menimbulkan kaum yang termarginalkan dari masyarakat beradab tersebut menjadi golongan yang mulia. “Sebagaimana kita ketahui, “keningratan” dan “kehinadinaan” itu saling bercampur. Bagi mereka yang telah mengalami “pencerahan”, apa yang semula digolongkan baik ialah buruk, demikian sebaliknya”.

Hegel membahas perihal kelompok-kelompok masyarakat yang hidup dalam sisi negatif kemajuan sosial, yakni kelompok yang mengalami kemiskinan, runtuhnya kehidupan keluarga, dihinakan hukum moral “orang yang beradab”. Demikian berkat proses dialektika historis, orang-orang “jahat” dan “hina” ini, ternyata malah baik dan mulia. Analisis ini memberi Hegel wawasan mendalam perihal dualisme kemajuan untuk mempersoalkan kenisbian apa yang mulia dan apa yang hina-dina, dan mengenai kemunafikan masyarakat borjuis, di mana kehinaan seseorang malah menjadi kebijakan publik.

Demikian sejauh mereka sadar akan tabiat “sub-manusiawi” dari cara keberadaan mereka, sadar akan pertentangan hubungan-hubungan sosial, maka mereka telah mengatasi kesadaran masyarakat resmi, yang cuma terpaku pada pemenuhan kepentingan sendiri dibalik selubung keningratan dan kejujuran. Pada titik ini, The German Ideology menjadi sebuah karya yang paling kontroversial dibandingkan dengan karya-karya Marx yang lainnya, ‘kesadaran’ yang merupakan momen eksistensial insan bersahabat dengan pandangan kaum idealis. Sebagaimana diketahui, Marx menyebutnya sebagai kesadaran kelas, kesadaran yang terbentuk alasannya realitas kelas sosial, kesadaran kolektif yang dilawankannya dengan egoisme individual borjuis. Di sini lagi-lagi kita menemukan bahwa Marx sangatlah bersahabat dengan Hegel, bahkan mengambil filsafat idealisme Hegel* secara keseluruhan.

Namun pada sisi yang lain, Marx mempunyai kedekatan dengan rasionalisme Prancis, kemudian juga alasannya efek Engels, serta konteks sosial historis masyarakat kapitalisme, harus kemudian kita menyandingkannya dengan kondisi psikologis Marx, merupakan semacam sintesis unik dengan aksara istimewa tersendiri. Hal ini menimbulkan pandangan Marx perihal “kesadaran kelas” dan “kesadaran pada umumnya”, cukup bisa menciptakan solusi yang baru, yakni Marx bisa melihat bahwa filsafat idealis Hegel terjebak dalam pertentangan yang cukup membingungkan, dari mana, kapan, dalam kondisi apa, bagaimana dan apa yang memilih kesadaran tersebut. Demikian, Marx menyadari bahwa “kondisi yang sadar diri” dalam filsafat Hegel sangatlah ajaib dan tidak membumi.

Dalam The German Ideologi Marx kembali pada pertentangan atau pertentangan awal, perihal Feuerbach* “manusia nyata perorangan”, materialisme dalam filsafat. Demikian dialektika materialisme historis merupakan pengganti dialektika roh diktatorial Hegel, “kesadaran tidak tiba dari langit, kesadaran tidak terbentuk dalam inspirasi atau pemikiran yang abstrak, namun kesadaran terbentuk alasannya kehidupan, alasannya keberadaan insan dalam masyarakat dan kelas-kelas sosial yang ia tempati” (hubungan imprastruktur dan suprastruktur). Dialektika dari kesadaran insan yang konkret, menyejarah dalam kehidupan yang nyata. Lantas apa yang realistis dan nyata bagi insan tersebut, Marx menyebutnya sebagai bidang ekonomi yang berkesesuaian dengan hakikat kerja manusia, bidang primer insan sebelum ia melangkah ke bentuk kesadaran yang lain.


Download di Sini


Sumber.

Ramdani, Dani. 2005. Studi Komparasi antara Teori Karl Marx dan Teori Kritis Mazhab Frankfurt dalam Menganalisa Masyarakat Kapitalis. Skripsi. Universitas Lampung

Baca Juga
1. Pemikiran Karl Marx (1818-1883)
2. Karl Marx (1818-1883)
3. Analisa Masyarakat Kapitalis Periode Modern dan Postmodern
4. Teori Karl Marx sebagai Model Pengembangan Paradigma Terpadu dalam Sosiologi
5. Karl Marx. Das Kapital (1848, Terbit 1861)
6. Karl Marx. Manifesto Komunis (1848, Brussel Belgia)
7. Karl Marx. The German Ideology (1845, Paris Prancis)
8. Karl Marx. Dialektika
9. Karl Marx. Manuskrip Ekonomi dan Filsafat (April 1844, Paris Prancis)
10. Karl Marx. Kerja
11. Karl Marx. Konflik Kelas
12. Karl Marx. Eksploitasi
13. Karl Marx. Pemberhalaan Komoditas
14. Karl Marx. Komunisme   
15. Karl Marx. Konsepsi Materialis atas Sejarah
16. Karl Marx. Struktur-Struktur Masyarakat Kapitalis
17. Karl Marx. Determinisme Ekonomi
18. Karl Marx. Alienasi
19. Karl Marx. Modal, Kaum Kapitalis, dan Kaum Proletariat
20. Karl Marx. Potensi Manusia
21. Karl Marx. Kebebasan, Kesetaraan, dan Ideologi
22. Karl Marx. Ideologi
23. Karl Marx. Agama
24. Karl Marx. Komoditas

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel