Karl Marx. Manuskrip Ekonomi Dan Filsafat (April 1844, Paris Prancis)

Karya penting yang mendahului Manuskrip Ekonomi dan Filsafat yakni disertasi doktoral Marx wacana “Perbedaan antara Filsafat Alam Demokritan dan Filsafat Alam Efikurian” tahun 1841, yakni pemikir zaman antik Yunani dan Romawi yang sekaligus menandai kemunduran peradaban mereka. Kemudian pada waktu yang bersamaan dengan Manuskrip Ekonomi dan Filsafat, Marx menulis Critique of Hegel Philosophy of Right, serta kritiknya atas filsafat manusianya Ludwig Feuerbach* (tentang The Essence of Cristianity). Di mana karyanya tersebut memperlihatkan efek yang cukup signifikan dari pemikiran-pemikiran Hegelian Kiri, yaitu jenis pemikiran yang memperlihatkan porsi yang besar terhadap perkiraan wacana otonomi individu atau kemerdekaan dan kebebasan individu yang bernuansa liberal gaya pencerahan. “Sebagaimana dalam agama, acara impulsif insan untuk berfantasi, berpikir dan merasa berlangsung secara independen sebagai acara tuhan atau setan yang abnormal di atas individu, sehingga acara pekerja bukanlah aktivitasnya sendiri yang spontan. Aktivitas pekerja yakni acara orang lain dan beliau kehilangan spontanitasnya”.

Perbedaan antara karya yang mendahuluinya—terutama disertasi doktoralnya, dengan Manuskrip Ekonomi dan Filsafat yakni bahwa Marx belum lah menjadi seorang yang revolusiner proletariat, Marx masih mempercayakan perubahan revolusioner pada kaum borjuasi demokratik Jerman. Pandangan Marx wacana proletariat dan pekerja yang terasing (alienation) melalui benda-benda material hasil kerjanya sendiri (feitisishme of production), merupakan tanggapan dari mobilitas kehidupan Marx dari Jerman yang feodalistik borjuis ke kehidupan industrial Prancis. “Kita hingga pada hasilnya, yakni insan (pekerja) merasa dirinya berbuat secara bebas hanya dalam fungsi-fungsi binatangnya—makan, minum, dan beranak, atau paling jauh bertempat tinggal dan berdandan—ketika fungsi-fungsi kemanusiaannya direduksi menjadi fungsi-fungsi binatang. Binatang menjadi insan dan insan menjadi binatang”.

Selain itu, Manuskrip Ekonomi dan Filsafat merupakan karya pada masa-masa peralihan bagi hidup Marx, jiwa yang meledak-ledak dari sebuah kedewasaan yang berpura-pura dan terlampau dipaksakan. Demikian, terdapat beberapa hal yang perlu diketahui dalam periode ini, yakni perpindahan ruang dari Jerman daerah kelahirannya ke kehidupan industrial Prancis, ditinggal oleh ayah yang dicintainya, serta awal pernikahannya dengan Jenny.

Marx karam dalam kerinduan primordialnya terhadap kampung halaman, rasa bersalah atas maut ayahnya, kesadarannya akan tanggung jawab gres yang harus ia pikul, rasa sakit akan kehidupan urban Prancis, diikuti oleh perkenalan Marx dengan Engels, pembacaan yang intensif terhadap ide-ide dari kaum sosialis Prancis, serta hebat ekonomi politik besar lengan berkuasa semisal Adam Smith* dan David Ricardo. Sehingga perkiraan Marx wacana insan yang otonom, bebas dan merdeka, kemudian harus diikuti oleh perkiraan wacana kepemilikan pribadi sebagai sumber dari segala macam penderitaan dan penghalang bagi kebebasan manusia, merupakan bukti bahwa ia terlahir dari pergulatan eksistensial perasaan mempunyai tanah air dan ayah yang selalu melindunginya, dengan kenyataan hidup yang harus beliau alami, yakni menjadi seorang insan sampaumur yang mulai mengenal tanggung jawab atas hidupnya sendiri. Manusia yakni makhluk spesies (species-being), bukan dalam pengertian insan menciptakan komunitas (miliknya dan juga benda-benda lain) menjadi objeknya secara mudah dan teoretis, tetapi juga (dan merupakan ungkapan lain yang sederhana untuk hal yang sama) dalam pengertian bahwa beliau memperlakukan dirinya sebagai makhluk yang hidup pada dikala sekarang, sebagai makhluk universal dan, konsekuensinya, bebas.

Universalisme insan dalam hal ini dikaitkan dengan sebuah perkiraan dari cara pandang terhadap esensi atau hakikat manusia, yakni hal yang tidak mempunyai pembatas  waktu dan ruang. Manusia yang otonom yakni insan yang memenuhi kriteria akan hakikat dirinya, yang mempengaruhi cara pandangnya terhadap insan yang lainnya, terhadap acara dan kegiatan kreasinya. Demikian Marx memandang bahwa insan yang otonom yakni insan yang mempunyai kebebasan dalam mandiri dan memilih tujuan hidupnya. Namun, hal ini tidak sanggup dicapai dengan adanya bentuk kepemilikan pribadi dalam sistem ekonomi kapitalisme. “Hubungan pekerja dengan kerja juga menghasilkan hubungan pemilik modal (atau bisa juga disebut majikan buruh) dengan kerja. Oleh karenanya, kepemilikan pribadi merupakan produk, hasil, dari kerja yang teralienasi, dari hubungan eksternal pekerja dengan alam dan dirinya sendiri. Akan tetapi, analisis wacana konsep ini memperlihatkan bahwa meskipun kepemilikan pribadi tampak menjadi dasar dan penyebab kerja yang teralienasi, kepemilikan pribadi lebih merupakan konsekuensi dari kerja yang teralienasi, sebagaimana dewa-dewa intinya bukan penyebab tetapi produk dari kebingungan logika manusia. Pada tahap selanjutnya, meskipun demikian, muncul efek resiprosikal”.

Kondisi masyarakat urban Prancis yang menjauhkan diri dari sifat-sifat kasih sayang yang manusiawi sangatlah kontras dengan kepribadian Marx; kontrak-kontrak sesaat, tegur-sapa yang berlandaskan kepentingan material semata, merupakan huruf khas sebuah masyarakat industrial. Hal ini akan sangat terasa ketika terjadi dalam masa peralihan dari kondisi feodal ke kapital, kemudian dalam masyarakat kapitalis penuh (perkotaan industrial). Kesuksesan dan kedewasaan seseorang yang diukur sejauh perolehan atas materi; aesthetik; seni dan karya insan terkomoditaskan—seiring pengkomoditasan insan itu sendiri (hakikat kerja), merupakan sifat dari egoisme garang insan individualistik. Demikian Marx mengungkapkan wacana feitisishme produksi sebagai insan yang mempunyai sifat jahat untuk memuja barang hasil karyanya sendiri, untuk karam dalam dunia materi yang beku sebagai kondisi atas alienasi diri manusia. Manusia tidak sanggup berkembang bebas lantaran kerakusan materialnya. Marx banyak mengungkapkan wacana peperangan terhadap dominasi darah dan daging, terhadap para pemuja tubuh, dominasi insan oleh kehidupan materialnya, bahkan penghargaan atas kemanusiaan dan dengan demikian harga insan itu sendiri hanya diukur dengan material (uang;upah) semata. “Oleh lantaran itu, kami juga melihat bahwa upah identik dengan kepemilikan pribadi, lantaran upah, menyerupai produk atau objek dari buruh, yakni buruh yang dibayar, hanya lah sebuah konsekuensi dari alienasi kerja. Dalam sistem upah, buruh tampak bukan sebagai tujuan itu sendiri tetapi sebagai pembantu upah”.

Meskipun semenjak 1842 sebagai pengikut Hegelian muda, pandangan-pandangan filsafat dan politik Marx di sana sini tampak menjauhi Hegelianisme ortodoks, tidak urung itu hanya merupakan titik berat pementingan belaka. Marx, menyerupai tercermin pada simpati maupun antipatinya, jarang melampaui batas-batas filsafat Hegel*. “Kepentingan diri”, empirisme kasar, egoisme kepentingan pribadi, masih menjadi objek utama serangan Marx. Wujud rohani yang dilawankan dengan materi, teori dengan praktek, produksi (dalam pengertian rohani) dengan materialitas pasif dan konsumsi apatis. Setiap hubungan sosial dipandang rohani, segala yang materi dikritik sebagai warisan masa berkembang menjadi binatang. “Pada negara sempurna” tulis Marx, “tidak ada pemilikan tanah, tidak ada pabrik, dan tidak ada benda materi. Yang ada hanya kekuatan-kekuatan rohani, sementara kekuatan alam yang menerima daerah dalam negara itu hanya dalam kebangkitan dan pembaruan politiknya. Negara memasang syaraf-syaraf rohani di sekujur alam. Harus, lantaran itu, ditegaskan bahwa kekuatan yang berkuasa yakni wujud dan bukan materi, alam negara dan bukan alam di luarnya, ‘manusia bebas’ dan bukan objek tidak terbatas”.

Namun, terlepas dari itu semua, Manuskrip ketiga, Marx memperlihatkan semacam sintesis yang ideal bagi asumi wacana “negara sempurna” (komunisme), penempatan porsi yang cukup bagi Feurbach*, menyebabkan konsep negara tepat tersebut berbalik menjadi semacam alat untuk menentang idealisme politik yang mengabaikan insan nyata orang-perorangan. Marx merangkul keinginan Schiller atas manusia, “yang menggabung kebebasan tertinggi dengan kemengadaan sepenuhnya”. Semacam penggabungan antara kebebasan formal dan dualisme suaka politik dengan empirisme ekonomi. Hal ini didasarkan pada sebuah kenyataan bahwa kepemilikan pribadi dari pendirian “negara sempurna” sebelumnya, mengandung sisi konservatifnya tersendiri. Sebagai kritik absurd atas egoisme individual, ia menyamaratakan kepemilikan tanah, pemilik hutan, pemodal dan massa yang tertindas, sedemikian sehingga kelompok yang terakhir ini menentang hak mereka akan kesejahteraan material—egoisme massa mereka—di hadapan kelas-kelas yang diuntungkan.

Pelajaran kontroversial pertama yakni dengan pemberangusan Reinsiche Zeitung, serta kemudian hari German-French Annal, menjadi keharusan yang pasti bagi Marx untuk berbalik menentang kaum Hegelian sayap kiri (Bruno Bauer dan Arnold Ruge) yakni perlunya pertama-tama membuang kepercayaan usang wacana serba dosanya daging, baik dalam wujud feodal-Kristen, kuno idealis, romantik, maupun klasik. Dengan demikian insan perlu beralih dari absurd ke konkret, dari “cita-cita 1793” ke “daging dan darah”, di mana jalan rekonsiliasi ini pernah ditempuh oleh Schiller, melalui penggabungan antara yang rohani dengan yang inderawi, untuk merekonsiliasi “warga negara” yang revolusioner dengan borjuis egois. Demikian Marx menyadari bahwa betapa absurd setiap kritik hubungan sosial dari sudut pandang “negara sempurna”, Marx mencari pendekatan pada kenyataan konkret. Pengalaman pada tahun 1842 tersebut, meyakinkan dirinya bahwa satu-satunya pemecahan bagi pertentangan keniscayaan ekonomi dengan kebebasan politik terletak pada dihapuskannya pertentangan ini, artinya pembatalan premis kepemilikan pribadi. Satu-satunya kesatuan sosial yang bisa memecahkan duduk perkara ini yakni “kaum proletariat”, kaum yang mewakili “terurainya tata dunia lama”.

Demikian otensitas cara pandang Marx dibandingkan dengan pendahulunya, rekonsiliasi dan kedewasaan dari pemecahan problem filosofis dan kehidupannya terwujud dalam momen rekonsiliasi yang pertama dalam Manuskrip Ekonomi dan Filsafat 1844. Jikalau harus diuraikan secara detail, perubahan cara pandang tersebut, legalisasi profetik Marx terhadap tugas historis kaum proletar muncul pertama kali di simpulan 1843 dan awal 1844, selain alasan-alasan yang telah diuraikan, pun mengenai kajian menyeluruh dan tanpa kenal lelah yang diuraikan Marx atas kepustakaan politik Prancis dan Inggris. Doktrin tugas historis kelas pekerja terbentuk sebagai jalan keluar dari banyak sekali pertentangan dalam filsafat Hegelian yang menyetujui masyarakat borjuis dan memandang negara sebagai tujuan tertinggi perkembangan sejarah. “Ketika kaum proletar memproklamirkan pembubaran orde benda-benda yang berlaku, ia hanya mengumumkan belakang layar keberadaannya sendiri, lantaran pada dirinyalah pembubaran maya atas orde-orde benda-benda ini”, ketika kaum proletar menghasratkan penegasian kepemilikan pribadi, ia hanya mengangkat ke prinsip umum masyarakat apa-apa yang secara sukarela telah mewujud dalam dirinya sebagai produk negatif masyarakat”, selanjutnya Marx menyebutkan bahwa, “Sebagaimana layaknya filsafat menemukan dalam diri kaum proletar persenjataan material-nya, demikian pula proletar menemukan dalam filsafat persenjataan rohaninya”.


Download di Sini


Sumber.

Ramdani, Dani. 2005. Studi Komparasi antara Teori Karl Marx dan Teori Kritis Mazhab Frankfurt dalam Menganalisa Masyarakat Kapitalis. Skripsi. Universitas Lampung

Baca Juga
1. Pemikiran Karl Marx (1818-1883)
2. Karl Marx (1818-1883)
3. Analisa Masyarakat Kapitalis Periode Modern dan Postmodern
4. Teori Karl Marx sebagai Model Pengembangan Paradigma Terpadu dalam Sosiologi
5. Karl Marx. Das Kapital (1848, Terbit 1861)
6. Karl Marx. Manifesto Komunis (1848, Brussel Belgia)
7. Karl Marx. The German Ideology (1845, Paris Prancis)
8. Karl Marx. Dialektika
9. Karl Marx. Manuskrip Ekonomi dan Filsafat (April 1844, Paris Prancis)
10. Karl Marx. Kerja
11. Karl Marx. Konflik Kelas
12. Karl Marx. Eksploitasi
13. Karl Marx. Pemberhalaan Komoditas
14. Karl Marx. Komunisme   
15. Karl Marx. Konsepsi Materialis atas Sejarah
16. Karl Marx. Struktur-Struktur Masyarakat Kapitalis
17. Karl Marx. Determinisme Ekonomi
18. Karl Marx. Alienasi
19. Karl Marx. Modal, Kaum Kapitalis, dan Kaum Proletariat
20. Karl Marx. Potensi Manusia
21. Karl Marx. Kebebasan, Kesetaraan, dan Ideologi
22. Karl Marx. Ideologi
23. Karl Marx. Agama
24. Karl Marx. Komoditas

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel