Magis
Konsep magis berdasarkan seorang pendiri antropologi di Inggris E.B. Taylor* dalam Primitive Culture (1871) merupakan ilmu pseudo dan salah satu imajinasi paling merusak yang pernah menggerogoti umat manusia. Kemudian, dari antropolog J.G. Frazer* dalam karyanya Golden Bought (1980), mengemukakan bahwa magis merupakan penerapan yang salah pada dunia materiil dari aturan pikiran dengan maksud untuk mendukung sistem palsu dari aturan alam.
Penegasan di atas tidak memberi klarifikasi yang memadai, terutama Taylor* yang menyoroti dari sisi negatifnya alasannya yakni ia hanya melihat dari sisi efek yang ditimbulkannya. Namun demikian, Taylor* pun mengemukakan bahwa sebagai “ilmu pseudo”—suatu istilah yang pertama kali dipopulerkannya—dapat diringkas dalam dua prinsip dasar. Pertama, kemiripan menghasilkan kemiripan. Kedua, segala sesuatu atau benda yang pernah dihubungkan akan terus saling bekerjasama dalam jarak tertentu. Dua prinsip ini menghasilkan magis homeophatic atau imitative dan magis contagious. Dua cabang magis itu pada balasannya sanggup dipahami dalam istilah magis sympathetic alasannya yakni keduanya mengasumsikan bahwa segala benda akan saling bekerjasama satu sama lain dalam jarak tertentu melalui suatu simpati rahasia, impuls ditransmisikan dari satu pihak ke pihak lain lewat sarana yang kita sebut sebagai zat tidak terlihat (Tylor,1871; Frazer, 1932).
Magis tidak sanggup bekerja tanpa mahir magis primitif alasannya yakni seluruh keterampilan magisnya yang licik, benar-benar salah. Sebab di dalam realitasnya, dunia konkret tidaklah bekerja hanya semata-mata berdasarkan teladan simpati dan persamaan yang secara salah diterapkan padanya oleh mahir magis. Oleh alasannya yakni itu, sehabis waktu berjalan, pikiran yang dalam dan lebih kritis dalam komunitas primitif mengambil kesimpulan yang masuk akal, bahwa magis intinya yakni kebohongan. Seorang mahir magis sanggup mencoba mengesampingkan kegagalan atau bahkan menanggung sendiri kesalahan itu, tetapi fakta dengan lantang mengungkap bahwa sistemlah yang salah, bukan manusia. Bagi Frazer*, akreditasi umum wacana kesalahan itu merupakan perkembangan yang penting dalam sejarah anutan manusia, alasannya yakni peranan magis menurun dan agamalah yang menggantikan tempatnya (Pals, 2001:61).
Kaum fungsionalis maupun Tylor* dan Frazer*, membuatkan anggapan bahwa magis dan agama—dua hal yang sering kali menjadi satu dalam label magico-religious—secara intrinsik merupakan khayalan, walaupun banyak dogma yang sanggup dibuktikan memberi pemberian yang berarti terhadap masyarakat tertentu. Anggapan bahwa magis merupakan sesuatu yang “di luar nalar sehat”, hal ini menerima tantangan dari beberapa antropolog. Mereka melihat itu sebagai penyakit imuwan atau arogansi yang bersifat etnosentris dari kalangan akademisi Barat (Willis, 2000:601).
Download di Sini
Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.1 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum 2013)
2. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.2 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum 2013)
3. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.3 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum 2013)
4. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 4. Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum 2013)
5. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.1 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum Revisi 2016)
6. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.2 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum Revisi 2016)
7. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.3 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum Revisi 2016)
8. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.4 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum Revisi 2016)
9. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.1 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
10. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.2 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
11. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.3 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
12. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.4 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
13. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 3. Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum 2013)
14. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 1. Bentuk-bentuk Struktur Sosial (KTSP)
15. Materi Ujian Nasional Kompetensi Dinamika Struktur Sosial
Penegasan di atas tidak memberi klarifikasi yang memadai, terutama Taylor* yang menyoroti dari sisi negatifnya alasannya yakni ia hanya melihat dari sisi efek yang ditimbulkannya. Namun demikian, Taylor* pun mengemukakan bahwa sebagai “ilmu pseudo”—suatu istilah yang pertama kali dipopulerkannya—dapat diringkas dalam dua prinsip dasar. Pertama, kemiripan menghasilkan kemiripan. Kedua, segala sesuatu atau benda yang pernah dihubungkan akan terus saling bekerjasama dalam jarak tertentu. Dua prinsip ini menghasilkan magis homeophatic atau imitative dan magis contagious. Dua cabang magis itu pada balasannya sanggup dipahami dalam istilah magis sympathetic alasannya yakni keduanya mengasumsikan bahwa segala benda akan saling bekerjasama satu sama lain dalam jarak tertentu melalui suatu simpati rahasia, impuls ditransmisikan dari satu pihak ke pihak lain lewat sarana yang kita sebut sebagai zat tidak terlihat (Tylor,1871; Frazer, 1932).
Magis tidak sanggup bekerja tanpa mahir magis primitif alasannya yakni seluruh keterampilan magisnya yang licik, benar-benar salah. Sebab di dalam realitasnya, dunia konkret tidaklah bekerja hanya semata-mata berdasarkan teladan simpati dan persamaan yang secara salah diterapkan padanya oleh mahir magis. Oleh alasannya yakni itu, sehabis waktu berjalan, pikiran yang dalam dan lebih kritis dalam komunitas primitif mengambil kesimpulan yang masuk akal, bahwa magis intinya yakni kebohongan. Seorang mahir magis sanggup mencoba mengesampingkan kegagalan atau bahkan menanggung sendiri kesalahan itu, tetapi fakta dengan lantang mengungkap bahwa sistemlah yang salah, bukan manusia. Bagi Frazer*, akreditasi umum wacana kesalahan itu merupakan perkembangan yang penting dalam sejarah anutan manusia, alasannya yakni peranan magis menurun dan agamalah yang menggantikan tempatnya (Pals, 2001:61).
Kaum fungsionalis maupun Tylor* dan Frazer*, membuatkan anggapan bahwa magis dan agama—dua hal yang sering kali menjadi satu dalam label magico-religious—secara intrinsik merupakan khayalan, walaupun banyak dogma yang sanggup dibuktikan memberi pemberian yang berarti terhadap masyarakat tertentu. Anggapan bahwa magis merupakan sesuatu yang “di luar nalar sehat”, hal ini menerima tantangan dari beberapa antropolog. Mereka melihat itu sebagai penyakit imuwan atau arogansi yang bersifat etnosentris dari kalangan akademisi Barat (Willis, 2000:601).
Download di Sini
Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.1 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum 2013)
2. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.2 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum 2013)
3. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.3 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum 2013)
4. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 4. Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum 2013)
5. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.1 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum Revisi 2016)
6. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.2 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum Revisi 2016)
7. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.3 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum Revisi 2016)
8. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.4 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum Revisi 2016)
9. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.1 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
10. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.2 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
11. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.3 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
12. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.4 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
13. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 3. Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum 2013)
14. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 1. Bentuk-bentuk Struktur Sosial (KTSP)
15. Materi Ujian Nasional Kompetensi Dinamika Struktur Sosial