Strukturalisme Dan Marxisme. Louis Althusser

Prancis termasuk Negara Barat di mana Marxisme menerima banyak perhatian, bukan saja di bidang politik (Prancis sudah usang memiliki Partai Komunis yang kuat) melainkan juga dalam kalangan intelektual. Terutama semenjak Perang Dunia II kaum cendekiawan Prancis merasa tertarik akan filsafat Karl Marx*. Ketika eksistensialisme sedang merajalela, pengikut-pengikutnya tidak mengalami kesulitan untuk mencapai modus vivendi dengan Marxisme. Ada seorang filusuf Marxis yang sering dikaitkan dengan strukturalisme, yaitu Louis Athusser (1918-1990).
Kita akan mencoba mengurai pemikiran Althusser pada postingan berikutnya, tetapi pada postingan kali ini akan coba diuraikan perkaitan pemikiran Althusser dengan strukturalisme. Walaupun ia sendiri menolak nama “strukturalis”, namun tidak sanggup disangkal bahwa ada persamaan tertentu antara beberapa pikiran Althusser dan prinsip-prinsip dasar strukturalisme. Pada penggalan ini kita hanya menyoroti persamaan itu. Boleh dicatat lagi bahwa Althusser mengagumi Lacan* dan menulis sebuah artikel panjang tentangnya.

Jika kita mempelajari Althusser dalam hubungan dengan strukturalisme, cukuplah kita sebut di sini buku-bukunya Pour Marx (1965) (Demi Marx) dan Lire le Capital (1965; dua jilid) (Membaca Das Kapital). Buku terakhir ditulis dalam kolaborasi dengan beberapa orang lain. Perlu diperhatikan waktu terbitnya kedua buku tersebut: persis ketika strukturalisme mencapai puncaknya. Dan itu niscaya salah satu faktor mengapa pemikiran impulsif dikaitkan dengan strukturalisme. Sebagaimana Lacan* membaca dan menafsirkan Freud*, demikian juga Althusser membaca dan menafisrkan Marx*. Bertentangan dengan anggapan tradisional, Althusser beropini bahwa karya-karya Marx* ditandai diskontinuitas. Marx tidak selamanya menanggapi problematik yang sama. Telah terjadi perubahan radikal dalam pemikirannya. Dalam karya-karya Marx* kelihatan suatu keretakan epistemologis, suatu coupure epistemolologique. Keretakan itu berlangsung sekitar tahun 1845-1850. Sudah usang menjadi kebiasaan membagikan karya-karya Marx* atas dua kelompok: karya-karya masa mudanya dan karya-karya masa matangnya. Tetapi dalam rangka pembagian itu, orang menyangka bahwa karya-karya masa muda dilanjutkan dan diperdalam oleh karya-karya masa matangnya. Dengan lain perkataan, karya-karya masa matang menghidangkan suatu pengolahan teknis (berdasarkan ilmu ekonomi) dari pandangan perihal insan yang sudah tergambar dalam karya-karya masa muda. Akan tetapi berdasarkan hemat Althusser kontinuitas semacam itu tidak ada. Antara kira-kira tahun 1845-1850 Marx secara radikal berpaling dari pendapat-pendapatnya dahulu. Baru sehabis itu mulailah fisafat Marx* yang sebenarnya. Sampai dikala itu Marx melukiskan suatu pandangan humanistis. Dalam konteks itu kerap sekali ia menggunakan konsep-konsep seperti: subjek, kodrat manusiawi, makna, alienasi, dan sejarah. Dengan demikian, ia meneruskan pendirian antropologis dari Kant*, Hegel*, Fichte, dan Feuerbach*. Tetapi dengan berpaling dari pandangan humanistis ini Marx* menghadapi suatu problematik yang sama sekali baru. Dan bagi Althusser, itulah permulaan filsafat Marx* sendiri. Kita lihat juga—katanya—bahwa mulai dikala itu Marx menggunakan suatu terminologi baru. Konsep-konsep yang dipergunakannya kini yaitu konsep-konsep yang boleh disebut “ilmiah”: objek, bentuk, struktur, dan sebagainya. Kiranya sudah terang bahwa berdasarkan Althusser buku yang berjudul Das Kapital (yang mulai dikerjakan sekitar tahun 1850) memuat pedoman Marx* yang sebenarnya. Dan bertentangan dengan karya-karya masa mudanya, pedoman Marx itu merupakan “suatu anti-humanisme dan suatu anti-historisisme” (Lire le Capital, II, hlm.73).


Kalau kini ilmu-ilmu insan ibarat linguistik, psikoanalisa, dan antropologi telah memberitahukan kepada kita bahwa “manusia sudah tergeser dari pusatnya”, maka berdasarkan Althusser kita harus membaca Marx juga dalam cahaya itu. Dan hal itu dimungkinkan, sebab tujuan Marx* dalam Das Kapital yaitu mengatakan bahwa insan merupakan produk dari struktur-struktur sosio-ekonomis. Syarat-syarat sosio-ekonomis merupakan suatu sistem yang memilih insan “dari luar”. Manusia tidak merupakan subjek otonom dari ekonominya dan dari sejarahnya. Memang benar, Marx* sendiri tidak selalu memiliki alat-alat konseptual yang cocok dengan tujuan itu. Juga dalam Das Kapital masih terdapat sisa-sisa dari pandangan humanistis. Justru sebab itulah filsafat Marx harus diinterpretasikan kembali. Dan bagi Althusser interpretasi serupa itu gres kini menjadi mungkin.


Download di Sini


Sumber:

Bertens. K. "Filsafat Barat Kontemporer: Prancis. 2001. Gramedia. Jakarta.

Baca Juga
1. Louis Althusser. Biografi dan Karya
2. Marxisme Prancis. Louis Althusser

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel