Persamaan

Sebenarnya, konsep persamaan atau equality hampir menempel pada beberapa disiplin ilmu. Dalam ilmu matematika, istilah persamaan mempunyai makna bahwa persamaan sebagai sebuah konsep hubungan yang kompleks, sifatnya bervariasi mulai dari identitas hingga korelasi, namun di dalamnya sama sekali tidak ada kandungan nilai atau moral. Sebaliknya, dalam ilmu sosial, khususnya politik, konsep persamaan sangat sarat nilai. Konsep ini merujuk pada prinsip dasar pengaturan masyarakat manusia, menyerupai dikemukakan Thomas Jefferson bahwa setiap orang dinyatakan punya kedudukan yang setara sebagai warga negara (Hasley, 2000: 303).
Di sinilah para ilmuwan sosial semenjak usang mencari validitas empiris atas arti persamaan tersebut. Pertanyaan kunci yang hendak dijawab adalah: apakah persamaan ekonomi, politik, dan sosial itu memang sanggup diwujudkan, dan sejauh mana itu sanggup diwujudkan? Terhadap pertanyaan itu tentu saja jawabannya hingga kini belum disepakati alasannya yaitu ada beberapa jago yang menyebut persamaan itu sebagai sifat yang alamiah ataupun aturan alam, namun ada pula yang menyebutnya sebagai konstruksi sosial buatan insan yang harus diperjuangkan.

Pernyataan bahwa persamaan itu sesuatu yang alamiah dikemukakan semenjak zaman Yunani kuno. Plato* (427-347 SM) menyatakan bahwa kedudukan politik setiap orang secara alamiah selalu berbeda. Berbeda dengan pernyataan Hobbes* dalam Leviathan (1934[1651]) mengemukakan pendapat yang justru sebaliknya bahwa alam menyediakan setiap orang untuk setara, meskipun ada orang yang lebih kuat dari yang lain, perbedaan hanya akan menciptakan satu orang mengambil laba sepihak dari yang lain yang juga lalai menyadari persamaan itu. Pendapat Hobbes* ini sepertinya lebih berpengaruh, terutama dalam pembahasan gender dan ras. Namun, perkara yang muncul yaitu nilai-nilai apa yang mengukuhkan persamaan di antara kelompok-kelompok yang terlanjur diyakini tidak sepenuhnya setara.


Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan serupa itulah Christopher Jencks dalam karyanya Inequality (1972) mengemukakan bahwa persamaan tidak hadir dengan sendirinya, melainkan diupayakan atau dibuat. Ia menunjuk pada reformasi pendidikan sebagai salah satu instrumennya. Sebab melalui pendidikan, seseorang sanggup mengejar ketertinggalannya di aneka macam bidang, politik, budaya, termasuk ekonomi. Walaupun ia menyadari bahwa dengan pendidikan sering memperlebar jurang pemisahnya dengan orang-orang lain yang kurang beruntung. Lagi pula, menurut data imbas pendidikan terhadap pendapatan di Amerika hanya memberi imbas 12%, namun demikian arguemn Jencks walaupun agak lemah ihwal persamaan harus diupayakan atau dibentuk itu yaitu hal penting.


Download


Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel