Hak Asasi Manusia

Menurut Rosalyn Higgins, seorang pakar yang tergabung dalam United Nations Commitee on Human Rights, Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak-hak yang dimiliki oleh semua orang sesuai kondisi yang manusiawi. Oleh alasannya ialah itu, hak-hak tersebut bukan merupakan pinjaman atau anugerah negara* yang sanggup dicabut melalui peraturan aturan oleh negara. Walaupun sistem aturan setiap negara berbeda-beda, hak asasi insan yang menjadi hak setiap orang itu merupakan hak-hak dalam aturan internasional.
Sebagai contoh, hak asasi untuk memperoleh pengadilan yang adil, tidak ada bedanya antara mereka yang tinggal di negara yang menganut sistem aturan common law, civil law, maupun sistem aturan Romawi. Dalam hal ini, negara* pada hakikatnya berkewajiban untuk menjamin bahwa setiap sistem aturan mereka mencerminkan dan melindungi hak-hak asasi insan yang bersifat internasional yang berada pada wilayah yurisdiksi mereka (Higgins, 2000: 464).

Perdebatan wacana universalitas atau tidaknya HAM, memang sudah berlangsung lama, memang dalam pertumbuhannya, HAM tidak lepas dari budaya masyarakat setempat dan tidak sanggup dipukul rata, menyerupai yang diinginkan oleh penganjur HAM radikal Barat. Akan tetapi, terdapat pula dokumen-dokumen HAM yang diakui secara universal, menyerupai Universal Declaration of Human Rights 1948. Hal ini lebih dari 140 negara telah menandatangani dokumen international Convenant on Civil and Political Parties, termasuk negara-negara Eropa Timur dan negara-negara Timur Tengah (Mesir, Tunisia, Irak, Iran, dan sebagainya). Kemudian semenjak berlakunya dokumen HAM tersebut semenjak awal tahun 1990-an. Konsep universalitas HAM berkembang secara bertahap.

Setelah runtuhnya tembok Berlin 1999, ada anjuran diselenggarakannya Konferensi Dunia wacana HAM dan dilaksanakan di Wina, Austria tahun 1993. Dalam persiapannya, negara-negara diminta meratifikasinya. Ternyata di sinilah menjadikan polemik, di mana Barat terlalu banyak gagasan liberal yang mendominasinya.

Akhirnya, sesudah melalui perdebatan yang “alot” dicapai kata setuju bahwa keragaman regional hendaknya tidak mengikis, melainkan sedapat mungkin mendukung universalisme HAM (Higgins, 2000: 465). HAM tidak sekedar meliputi hak-hak sipil dan politik, tetapi juga hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, menyerupai yang tercantum dalam international Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights. Dalam hal ini, terjadi kontroversi antara negara maju, dan berkembang. Beberapa negara maju, khususnya Barat, skeptis terhadap instrumen implementasinya, contohnya hak untuk memperoleh pendidikan, perumahan, kesehatan, dan sebagainya. Sementara itu, di kalangan negara-negara berkembang sendiri tidak begitu yakin akan bisa memenuhi hak-hak tersebut dalam jangka pendek alasannya ialah prioritas utama kegiatan mereka bukan itu.

Download


Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel